Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

UI Tangguhkan Kelulusan Bahlil Lahadalia sebagai Doktor, Pengamat: Kampus Dilematis

Universitas Indonesia Tangguhkan Kelulusan Doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia

Universitas Indonesia (UI) mengambil langkah tegas dengan menangguhkan kelulusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebagai doktor. Keputusan ini mendapat apresiasi dari M. Jamiluddin Ritonga, dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, yang menyatakan bahwa langkah UI merupakan upaya menjaga reputasi akademik institusi tersebut.

“UI memang harus melakukan hal itu untuk menjaga reputasi akademiknya. UI selama ini menjadi salah satu barometer mutu pendidikan di tanah air. Karena itu, UI tentu tak ingin namanya tercoreng hanya karena meluluskan seseorang yang dinilai belum layak diluluskan,” ujar Jamil, Kamis (14/11/2024).

Jamil menilai ketegasan UI layak diikuti oleh kampus-kampus lain di Indonesia, terutama di tengah banyaknya lulusan doktor yang kualitasnya diragukan. Menurutnya, ada kecenderungan sebagian lulusan doktor dalam negeri memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan lulusan master. Hal ini terlihat dari karya disertasi yang dinilai setara dengan tesis.

Fenomena yang sama juga terjadi pada jenjang pendidikan S2 dan S1, di mana kualitas tesis dinilai tidak jauh berbeda dengan skripsi. Menurut Jamil, salah satu faktor penyebabnya adalah adanya ketidakseimbangan antara input dan output yang dianggap sebagai bagian dari penilaian akreditasi perguruan tinggi.

Untuk memenuhi syarat akreditasi tersebut, sebagian perguruan tinggi merasa terdorong untuk meluluskan mahasiswa yang dinilai belum layak. “Akibatnya, kampus melakukan 'cuci gudang' jika input dan output tidak seimbang. Mahasiswa yang tak layak didorong untuk sidang, meskipun karya ilmiahnya belum layak,” jelasnya.

Jamil menambahkan bahwa saat ini ada pandangan keliru yang menganggap perguruan tinggi gagal jika tidak mampu meluluskan mahasiswa sebagai sarjana, master, atau doktor. Padahal, seharusnya hanya mahasiswa dengan kualifikasi akademik tertentu saja yang layak lulus.

“Selama aturan input dan output itu masih dijadikan salah satu penilaian akreditasi, maka peluang ‘cuci gudang’ akan terus terjadi di perguruan tinggi. Hal itu hanya akan menambah jumlah sarjana, master, atau doktor dengan kualitas yang diragukan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Jamil menyebut bahwa kualitas pendidikan tinggi juga akan semakin menurun jika dosen-dosen yang mengajar di jenjang S1 hingga S3 hanya memiliki gelar administratif tanpa kualifikasi akademik yang memadai. Ia menyayangkan bahwa perguruan tinggi lebih berfokus pada pemenuhan jumlah dosen bergelar doktor demi nilai akreditasi, tanpa mempertimbangkan kualitas akademik mereka.

“Jika kampus sudah terkikis idealismenya, mahasiswa yang tak layak pun akan dipaksakan untuk lulus. Dosen yang idealis justru dipersalahkan karena tidak meluluskan mahasiswa seperti itu. Akibatnya, kampus berubah menjadi pabrik dengan proses input dan output yang diberlakukan,” tambah Jamil.

Menurutnya, pragmatisme yang berkembang di perguruan tinggi akan menggerus idealisme institusi pendidikan. Jika kondisi ini berlanjut, maka universitas akan lebih mengutamakan kelulusan massal dibandingkan dengan menjaga standar akademik, yang pada akhirnya akan berimbas pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.(*)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - GentaPos.com | All Right Reserved