Jatam Desak UI Cabut Gelar Doktor Bahlil Lahadalia Terkait Disertasi Bermasalah
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memberikan apresiasi terhadap keputusan Universitas Indonesia (UI) yang menangguhkan gelar doktor untuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Namun, Jatam menilai bahwa penangguhan gelar tersebut belum cukup dan mendesak UI untuk mencabut gelar doktor Bahlil secara permanen karena dianggap telah mencederai etika akademik.
“Kami mengapresiasi sikap UI dan permohonan maaf UI kepada publik. Tetapi penangguhan belum cukup. Kami mendesak UI segera mencabut gelar doktor untuk Bahlil Lahadalia karena telah mencederai etika,” ujar Dini, peneliti Jatam, dalam pernyataannya kepada Inilahcom pada Kamis (14/11/2024).
Dini menambahkan bahwa penangguhan gelar yang diperoleh Bahlil dengan predikat cumlaude itu bisa jadi hanya langkah formalitas untuk meredakan kontroversi publik. Menurutnya, kasus ini harus diselesaikan dengan tindakan tegas dan transparan oleh pihak UI.
“Karena itu, kami mendorong UI melakukan investigasi secara mendalam dan menyeluruh terhadap kasus ini. Berikan sanksi yang sangat tegas kepada seluruh pihak yang terlibat, termasuk civitas akademikus UI yang terlibat kecurangan dan pelanggaran etik dalam penyusunan disertasi Bahlil,” lanjut Dini.
Keputusan penangguhan gelar doktor Bahlil diumumkan oleh Ketua Majelis Wali Amanat UI, KH Yahya Cholil Staquf, yang juga Ketua Umum PBNU, pada Rabu (13/11/2024). Keputusan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi empat organ UI yang dilaksanakan pada Selasa (11/11/2024) di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat.
"UI mengakui bahwa permasalahan ini, antara lain bersumber dari kekurangan UI sendiri, dan tengah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya baik dari segi akademik maupun etika," ujar Gus Yahya, sapaan KH Yahya Cholil Staquf.
Jatam sebelumnya melayangkan surat protes kepada UI pada Kamis (7/11/2024), terkait dugaan plagiarisme dalam disertasi Bahlil yang berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia". Jatam mengklaim bahwa data dan informasi mereka yang digunakan dalam disertasi Bahlil diambil tanpa izin, yang kemudian mengarah pada dugaan adanya praktik perjokian dalam penyusunan karya ilmiah tersebut.
Dini menjelaskan bahwa salah satu peneliti yang menghubungi Jatam, Ismi Azkya, mengaku melakukan wawancara untuk penelitian pribadi. Namun, belakangan diketahui bahwa data yang diperoleh oleh Ismi digunakan dalam disertasi Bahlil.
"Faktanya sudah ada, ketika Ismi Azkya datang menemui kami untuk kepentingan penelitian dan dia mengatakan untuk kepentingan penelitian pribadi," kata Juru Kampanye Jatam, Alfarhat Kasman.
Sementara itu, disertasi Bahlil juga menjadi perbincangan di media sosial setelah beberapa netizen menemukan adanya indikasi plagiasi. Berdasarkan pengecekan menggunakan aplikasi Turnitin, disertasi Bahlil memiliki tingkat kesamaan (similarity index) hingga 95 persen dengan karya ilmiah lain yang ditulis oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bahlil sendiri menanggapi penangguhan gelar doktornya dengan mengaku belum menerima surat keputusan resmi dari Majelis Wali Amanat UI. Meskipun demikian, ia menyatakan bahwa menurut surat rekomendasi yang diterimanya, dirinya tidak ditangguhkan.
"Saya belum tahu isinya, saya belum tahu isinya," kata Bahlil di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024). "Tapi yang jelas bahwa kalau rekomendasinya mungkin sudah dapat, saya sudah dapat, di situ yang saya pahami bukan ditangguhkan," tambah Bahlil tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai surat rekomendasi tersebut.(*)