Fraksi DPR Kompak Pertanyakan Penanganan Kasus Korupsi Tom Lembong
Sejumlah fraksi partai politik di DPR RI, khususnya di Komisi III, secara kompak mencecar Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait proses hukum kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Menteri Perdagangan RI periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Hal tersebut terjadi dalam Rapat Kerja Komisi III bersama Kejaksaan Agung RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (13/11/2024).
Komisi III DPR menyoroti konstruksi hukum yang dianggap lemah dalam kasus tersebut, sehingga banyak pihak yang menilai bahwa kasus ini merupakan titipan. Hal ini dikhawatirkan dapat mencoreng citra pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Anggota Komisi III DPR, Muhammad Rahul, yang mewakili fraksi Gerindra, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap langkah cepat Kejaksaan Agung dalam menangani kasus Tom Lembong. Rahul menyarankan agar publik diberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai konstruksi hukum dari kasus tersebut. "Terkesan terburu-buru, Pak Jaksa Agung. Proses hukum ini harus dijelaskan dengan detail, agar publik tidak beranggapan pemerintahan Pak Prabowo Subianto menggunakan hukum sebagai alat politik," katanya.
Rahul juga mengingatkan bahwa Kejaksaan Agung harus memastikan bahwa pelaksanaan tugas dan penegakan hukum sejalan dengan cita-cita politik hukum pemerintahan saat ini. "Indonesia memerlukan persatuan yang kuat dan harus tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum," ujarnya.
Anggota lainnya, Nasir Djamil, yang mewakili fraksi PKS, menyampaikan bahwa bukti yang diajukan dalam kasus ini masih dianggap lemah. "Bukti dalam pidana itu harus lebih terang dari cahaya. Oleh karena itu, penegakan hukum yang berkeadilan, humanis, akuntabel, transparan, dan modern menjadi harapan masyarakat," kata Nasir. Ia juga mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung yang langsung memanggil dan menahan Tom Lembong, yang menimbulkan spekulasi di masyarakat.
Fraksi Demokrat melalui Hinca Pandjaitan juga mencatat adanya persepsi publik bahwa kasus Tom Lembong memiliki nuansa politik. "Kami mendengar banyak percakapan di masyarakat yang menganggap bahwa penanganan kasus ini sarat dengan dugaan balas dendam politik," kata Hinca.
Sementara itu, Rudianto Lallo dari Fraksi NasDem mengingatkan Kejaksaan Agung untuk menjunjung tinggi asas keadilan dalam penegakan hukum. "Tiba-tiba dinyatakan tersangka tanpa kejelasan mengarah pada persepsi bahwa ini bisa jadi pesanan," ujar Rudianto. Ia juga mencatat bahwa dalam banyak kasus besar, proses penanganannya sering terkesan sensasional namun terbatas pada aktor tertentu.
Fraksi PAN, yang diwakili oleh Sarifuddin Sudding, mengingatkan Kejaksaan Agung untuk tidak melakukan pilih kasih dalam menangani kasus ini. "Semua pihak yang terlibat harus diperlakukan sama. Jangan ada seleksi dalam penegakan hukum," katanya.
Sementara itu, Abdullah dari Fraksi PKB mempertanyakan keseriusan dan profesionalisme Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini. "Jangan sampai Kejaksaan Agung melanjutkan kasus ini hanya karena ada tekanan dari luar," kata Abdullah.
Kejaksaan Agung Bantah Ada Motivasi Politik dalam Penanganan Kasus
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjawab kekhawatiran tersebut dengan menegaskan bahwa penanganan kasus Tom Lembong tidak dipengaruhi oleh motif politik. "Untuk kasus Tom Lembong kami sama sekali tidak pernah ada maksud soal politik. Kami hanya berpegang pada dasar yuridis," ungkap Burhanuddin.
Ia menjelaskan bahwa menetapkan seseorang sebagai tersangka tidaklah mudah, dan pihaknya sudah melalui proses yang hati-hati. "Kami sudah berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Prosesnya sangat ketat dan tidak sembarangan," kata Burhanuddin. Ia menambahkan bahwa apabila ada isu lain yang beredar di media, hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).(*)