Kejagung Dikecam Anggota DPR Usai Cepat Menetapkan Tom Lembong Sebagai Tersangka
Kasus penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dalam dugaan korupsi impor gula, telah menarik perhatian publik dan menjadi bahan diskusi hangat di kalangan anggota DPR.
Dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Kejaksaan Agung (Kejagung), beberapa anggota DPR meminta klarifikasi dari Jaksa Agung terkait kasus ini, yang dinilai publik sebagai bagian dari permainan politik. Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016 menjadi topik utama dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Rano Al Fath, mengungkapkan bahwa kasus ini telah menjadi perhatian masyarakat dan mempertanyakan langkah-langkah hukum yang diambil oleh Kejagung. "Perkara penetapan tersangka terhadap mantan menteri ini cukup menarik perhatian publik," ungkap Rano, seraya berharap Kejagung bisa memberikan penjelasan yang jelas terkait alasan penetapan tersangka.
Beberapa anggota DPR, seperti Muhammad Rahul dari Partai Gerindra, menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka terkesan terlalu cepat dan tidak mendalam. Menurutnya, langkah ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat bahwa penegakan hukum sedang diarahkan untuk kepentingan tertentu, yang berpotensi mencoreng citra pemerintah dalam penegakan hukum. "Kesan tergesa-gesa ini menimbulkan anggapan bahwa hukum digunakan sebagai alat politik," tegas Rahul.
Beberapa anggota Komisi III, termasuk Hinca Panjaitan dari Fraksi Demokrat, menyampaikan adanya persepsi publik yang mengaitkan kasus ini dengan politik balas dendam. Menurut Hinca, Kejagung perlu memberikan penjelasan yang lebih rinci agar masyarakat memahami bahwa kasus ini ditangani secara objektif. "Kasus ini perlu diusut secara menyeluruh agar tidak muncul anggapan adanya politisasi dalam penegakan hukum," kata Hinca, menyuarakan keprihatinan atas dugaan politisasi dalam kasus ini.
Benny K Harman, anggota Komisi III dari Partai Demokrat, menilai kasus ini sebagai "pintu masuk" untuk membongkar dugaan korupsi yang lebih luas di sektor impor gula. Ia mendesak Kejagung agar tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka Tom Lembong, melainkan melakukan penyelidikan lebih dalam terkait pihak-pihak lain yang terlibat dalam kebijakan impor gula. "Jangan hanya berhenti di satu pintu. Lanjutkan penyelidikan ke dalam sektor impor gula secara menyeluruh," ujar Benny.
Sejumlah anggota DPR lainnya, seperti Nasir Djamil dari Fraksi PKS, mempertanyakan dasar hukum dan proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus ini. Nasir menyatakan bahwa kasus ini seharusnya ditangani dengan prinsip keadilan dan transparansi, serta memperhatikan asas pembuktian yang kuat. "Penegakan hukum harus adil dan humanis. Jangan sampai ada persepsi bahwa hukum hanya digunakan untuk kepentingan tertentu," tutur Nasir, mengingatkan Kejagung untuk menjalankan proses hukum secara hati-hati.
Menanggapi berbagai sorotan dari anggota DPR, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menepis tuduhan adanya kepentingan politik dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong murni didasarkan pada aspek yuridis dan bukan karena pertimbangan politik. Burhanuddin juga menegaskan bahwa proses penyelidikan dilakukan dengan hati-hati dan berpedoman pada hukum yang berlaku. "Kami tidak pernah mengaitkan kasus ini dengan politik. Semuanya berlandaskan pada prosedur hukum yang berlaku," jelas Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR.
Burhanuddin menambahkan bahwa penetapan seseorang sebagai tersangka bukanlah hal yang sembarangan. Menurutnya, setiap tahapan proses penyelidikan dilakukan dengan teliti untuk memastikan hak asasi manusia tetap terjaga. "Menetapkan seseorang sebagai tersangka harus melalui tahapan yang sangat ketat. Kami sangat berhati-hati dalam penanganan kasus ini," tambah Burhanuddin.
Kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong menunjukkan kompleksitas penegakan hukum di Indonesia.(*)