Starlink milik Elon Musk sudah masuk ke Indonesia. Namun banyak yang mempertanyakan bagaimana keamanan siber layanan asal Amerika Serikat itu terhadap kedaulatan data di Indonesia.
Belum lagi adanya kesan diberi "karpet merah" saat masuk ke tanah air, termasuk terkait perizinan Starlink yang begitu cepat.
Selain itu juga ada masalah NOC atau Network Operating Center yang seharusnya berada di Indonesia.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Cissrec, Pratama Persadha menjelaskan Starlink belum melakukan NOC dan masih menyediakannya di luar negeri.
Keberadaan NOC di dalam negeri memang agak sulit karena butuh biaya yang lebih besar. Terlebih untuk awal layanan yang masih belum memiliki banyak pelanggan.
"Sebetulnya lokasi NOC tidak berkaitan dengan kedaulatan digital atau keamanan siber di Indonesia, karena fungsi NOC adalah melakukan pengawasan infrastruktur yang dimiliki oleh Starlink supaya memastikan bahwa layanan tidak terganggu," kata Pratama dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (3/6/2024).
Hanya saja, ia menjelaskan, jika ada NOC Starlink yang berlokasi di Indonesia, pemerintah akan lebih mudah berkolaborasi dengan Starlink jika perlu melakukan tindakan bersama seperti pemberantasan judi online serta pornografi.
Meski begitu, Pratama mengatakan, Starlink telah bekerja sama dengan Network Access Provider (NAP) lokal. Jadi jika pemerintah harus mengambil tindakan terkait pertahanan dan keamanan bisa melalui perusahaan tersebut.
Pratama juga mengingatkan Starlink tidak digunakan untuk sektor infrastruktur kritis. Jika harus menggunakan layanan internet satelit, pemerintah bisa memanfaatkan perusahaan lokal yang memberikan layanan serupa.
Beberapa potensi ancaman yang dapat timbul dengan pemanfaatan layanan dari Starlink adalah ketergantungan yang signifikan pada layanan internet satelit yang dioperasikan oleh perusahaan asing.
"Ini dapat menyebabkan negara menjadi kurang memiliki kontrol langsung atas infrastruktur tersebut dimana berarti bahwa negara mungkin tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat atau konflik," ujarnya.
Selain itu dengan semakin masifnya perkembangan Starlink, dapat membuat masalah baru untuk aparat penegakan hukum serta intelijen. Karena alat-alat lawful intercept dan monitoring yang sudah dimiliki tidak akan terpakai karena perbedaan teknologi.
"Hal tersebut menyebabkan seolah-oleh aparat penegakan hukum dan intelijen kita buta dan tuli terhadap komunikasi yang dilewatkan Starlink tersebut," jelas Pratama.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah bagaimana memastikan bahwa Starlink mengikuti persyaratan-persyaratan yang diberikan, sehingga bangsa ini masih memiliki kedaulatan digital meskipun ada Starlink di tanah air.
"Jangan sampai sekarang Starlink masih mau memenuhi persyaratan tersebut, namun di masa depan mereka tidak mentaatinya, salah satunya adalah memastikan bahwa trafik internet di Indonesia melalui Starlink hanya dilewatkan NAP lokal dan tidak menggunakan laser link sebagai backbone layanan Starlink di Indonesia." pungkasnya.