Harga batu bara acuan dunia ditutup merosot pada perdagangan Kamis (4/4/2024), karena investor menimbang sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang masih cenderung hawkish meski sebelumnya sempat membuat investor kembali optimis. Pelemahan juga disebabkan oleh proyeksi meningkatknya pasokan, terutama dari Indonesia.
Berdasarkan data dari Refinitiv pada Kamis kemarin, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Mei 2024 ditutup di posisi US$ 128,9 per ton, ambles 1,83% dari posisi harga Rabu lalu.
Amblesnya harga batu bara terjadi di tengah masih hawkish-nya beberapa pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), meski sebelumnya Ketua The Fed Jerome Powell sempat meyakinkan investor bahwa jalur pemangkasan suku bunga tetap dilakukan tiga kali pada tahun ini.
Masih hawkishnay The Fed bisa membuat perekonomian AS dan dunia melambat sehingga permintaan akan batu bara juga bisa turun.
Sebelumnya pada Kamis kemarin, Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan bank sentral AS memiliki "waktu untuk menghilangkan masalah" inflasi sebelum mulai menurunkan suku bunga.
Sementara pada Rabu lalu, para pejabat The Fed termasuk Ketua The Fed, Jerome Powell tetap berpegang pada strategi penurunan suku bunga yang hati-hati.
Pejabat The Fed termasuk Powell pada Rabu lalu terus berfokus pada perlunya lebih banyak perdebatan dan data sebelum suku bunga diturunkan, sebuah langkah yang diperkirakan pasar keuangan akan terjadi pada bulan Juni.
Namun, peluang The Fed untuk memangkas suku bunga acuan pertama kali di pertemuan Juni kembali meningkat. Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar saat ini melihat peluang sebesar 64,7% untuk penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin pada pertemuan Juni mendatang.
Sementara itu, melandainya harga batu bara terjadi meski data klaim pengangguran mingguan AS kembali meningkat.
Data terbaru menunjukkan klaim tunjangan pengangguran negara meningkat menjadi 221.000 untuk pekan yang berakhir pada tanggal 30 Maret dibandingkan perkiraan 214.000 yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja mulai melambat, yang mendukung target penurunan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali pada tahun ini.
Di lain sisi, ekspor batubara termal Australia menurun lebih jauh dan lebih cepat dari perkiraan dan permintaan dari pasar Asia Tenggara kemungkinan besar tidak akan membantu untuk memulihkan ekspor batubara termal.
Departemen Perindustrian, Ilmu Pengetahuan dan Sumber Daya Australia (DISER) telah menerbitkan Laporan Kuartalan Sumber Daya dan Energi pada Maret 2024, yang menetapkan prakiraan dan proyeksi ekspor sumber daya utama Australia hingga tahun 2028-2029.
Perkiraan triwulanan DISER pada bulan Maret 2024 menunjukkan bahwa nilai ekspor batubara termal Australia telah menurun lebih jauh dan lebih cepat dari perkiraan pada tahun 2023 karena penurunan harga.
Hal ini diperkirakan akan berdampak pada neraca yang lebih ketat bagi operator tambang batubara termal di Australia, yang telah mengalami penurunan margin EBITDA pada tahun 2024.
DISER memproyeksikan pendapatan ekspor batubara termal Australia akan menurun dari A$ 36 miliar pada 2023-2024 menjadi sekitar A$ 21 miliar pada 2028-2029 (secara riil), karena harga batubara terus menurun. Ekspor batubara termal Australia diperkirakan turun 2,6% per tahun selama periode perkiraan.
DISER memperkirakan perdagangan batubara termal akan menurun secara luas dalam lima tahun ke depan, hal ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia telah mencapai puncaknya dan diperkirakan akan menurun selama periode perkiraan.
Namun, ekspektasi bahwa ekspor batubara termal Indonesia telah mencapai puncaknya mungkin tidak tepat sasaran. Kuota produksi batubara terbaru Indonesia untuk tahun 2024 sebesar 922 metrik ton (MT), 30% lebih tinggi dari perkiraan target awal sebesar 710 MT. Melimpanya produksi ini membuat pasokan dunia tidaklagi ketat sehingga ikut menekan harga.
"Permintaan batubara termal di Indonesia (65% dari ekspor batubara termal Australia) diperkirakan akan terus menurun, sementara India mencapai 5% dan China sebesar 20%. Kami berupaya memenuhi peningkatan permintaan batubara termal dengan produksi dalam negeri," ujar DISER.