Pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, soal Joko Widodo jadi ketua koalisi di atas ketua umum (Ketum) partai politik (Parpol) dinilai menyesatkan dan merusak demokrasi.
Penilaian itu disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menanggapi pernyataan PSI yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi seharusnya menjadi sosok yang berada di atas semua Parpol.
"Narasi Grace Natalie yang bersumber dari Jefry Geovani itu narasi yang aneh, tidak berdasar dan menyesatkan," kata Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/3).
Karena, kata Ubedilah, dalam sistem pemerintahan presidensial, hakikat pemimpin koalisi adalah presiden terpilih, bukan mantan presiden.
Bahkan, sambung dia, narasi Grace juga tidak berdasar, bahwa yang bisa menjembatani semua Parpol dan mempersatukan partai-partai itu adalah Jokowi.
"Narasi itu aneh, karena faktanya justru Joko Widodo biang persoalan. Sebab, dengan partai yang membesarkannya saja berkhianat, hingga membuat PDIP terbelah arah politiknya," tegas Ubedilah.
Tak hanya itu. Menurut Ubedilah, pernyataan Grace juga menyesatkan, karena akan membawa Indonesia makin tersesat di kerangkeng personal yang ambisius, yang ingin berkuasa terus, meski sudah bukan presiden.
"Ini merusak praktik demokrasi," pungkas Ubedilah.