Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi peringatan keras kepada KPU atas pelanggaran kode etik, tidak berpengaruh pada pencapresan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Begitu pandangan pakar hukum tata negara Fahri Bachmid. Kata dia, status Gibran sebagai cawapres 2024 tetap konstitusional dan legitimate.
"Putusan DKPP tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apa pun terhadap pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka," ujar Fahri kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/2).
Adapun DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asyari karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres 2024.
Terkait putusan MK, dijelaskan Fahri, terdapat dua konteks. Pertama, status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang memiliki legal obligation untuk melaksanakan perintah pengadilan, yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, pada 16 Oktober 2023.
Kedua, dalam melaksanakan putusan MK, DKPP menganggap tindakan KPU tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.
DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat umum. Putusan MK derajatnya sama seperti undang-undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada," urai Fahri.
Apalagi, kata Fahri, DKPP dalam putusannya, juga mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah dan putusan MK tersebut berlaku pada Pemilu 2024.
Menurutnya, DKPP membenarkan KPU selaku subjek hukum tata negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan putusan MK sebagaimana mestinya.
"Jadi, dari aspek hukum tata negara tindakan KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta Pemilu 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan konstitusi," tuturnya.
Hanya saja, kata Fahri, DKPP menilai tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu dalam melaksanakan putusan MK.
Menurut DKPP, kata dia, KPU seharusnya segera menyusun rancangan PKPU 19/2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Pada hakikatnya, itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2/2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," pungkasnya.