Seorang warga negara Indonesia, Agung Surya Dewanto dinyatakan oleh Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan (OFAC) Amerika Serikat (AS) sebagai pemasok komponen kendaraan udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ke Pishgam Electronic Safeh Company (PESC) di Iran.
Otoritas AS tersebut memberikan sanksi kepada Agung Surya Dewanto lantaran perusahaannya, Surabaya Hobby menjadi perusahaan yang ditunjuk untuk menyediakan servomotor bagi Pasukan Udara Korps Pengawal Revolusi Iran atau Islamic Revolutionary Guard Corps Aerospace Force Self Sufficiency Jihad Organization (IRGC ASF SSJO) dan program UAV-nya.
Kendati Agung Surya Dewanto membantah tudingan tersebut, namun dukungan terhadapnya mengalir dari dalam negeri.
AS menyebut pesawat udara nirawak hasil produksi IRGC Iran itu didistribusikan ke kelompok-kelompok teroris di Timur Tengah, dan juga ke Rusia dalam perang Ukraina. Sehingga senjata-senjata tersebut turut mengancam perdamaian dunia,
Direktur Eksekutif National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyatakan hal itu sebagai bentuk kemunafikan Negeri Paman Sam.
“Inilah hipokrisi AS, padahal kita tahu the real terrorist adalah Israel. Israel malah mentah-mentah pakai senjata buatan AS buat menginvasi Gaza. Inilah standar ganda AS,” ujar Siswanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (18/1).
Dengan demikian, dia seharusnya tidak menyalahkan pihak-pihak yang menyuplai komponen senjata ke Iran. Seperti apa yang dilakukan AS terhadap Agung Surya Dewanto.
“Terlepas itu teknologi yang ATM (amati, tiru dan modifikasi) dari dia (Agung Surya Dewanto), itu murni B to B (business to business), jadi tidak ada masalah,” tegasnya.
Oleh sebab itu, pemerhati masalah luar negeri ini meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) untuk angkat bicara perihal kasus ini.
“Negara harus buka suara, harus keluar dari mulut Kemenlu terhadap kasus yang menimpa Agung Surya Dewanto,” tandas dia.