Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengajak masyarakat untuk tidak menjadi golput dalam Pemilu 2024. Baik golput sebagai golongan putih yang tidak menggunakan hak pilihnya, maupun golput sebagi golongan pencari uang tunai yang mengharapkan money politic atau serangan fajar.
Menurut Bamsoet, keduanya sama-sama tidak sejalan dengan demokrasi Pancasila yang menekankan nilai dan budaya bangsa, di mana rakyat memiliki kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, di Pemilu 2019 lalu ada sekitar 34,75 juta pemilih atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya atau Golput. Angka tersebut sudah menurun dari Pemilu 2014, yang mencapai 58,61 juta pemilih atau sekitar 30,22 persen dari total pemilih terdaftar.
"Di Pemilu 2024, mari kita gunakan hak pilih dengan bijak. Jangan menjadi golput, karena satu suara sangat menentukan nasib Indonesia di masa depan," ujar Bamsoet di Kabupaten Banjarnegara, Rabu (13/12).
Bamsoet menjelaskan, selain golongan putih yang tidak menggunakan hak pilih, dirinya juga mengajak masyarakat jangan sampai terpapar golput sebagai golongan pencari uang tunai/money politic.
Pada Pemilu 2019 lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam salah satu surveinya menemukan bahwa 40 persen responden mengakui menerima uang dari para peserta Pemilu 2019 tetapi tidak mempertimbangkan untuk tetap memilih mereka. Sementara 37 persen lainnya mengaku menerima pemberian uang dan mempertimbangkan si pemberi untuk dipilih.
"Menghadapi Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) tematik mengenai isu politik uang. Didalamnya menempatkan politik uang sebagai salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan Pemilu," kata Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, politik uang sangat berbahaya bukan hanya bagi perkembangan demokrasi melainkan juga bagi perkembangan mental, akhlak, dan karakter bangsa. Politik uang juga dapat menjadikan demokrasi Indonesia bukan menjadi demokrasi Pancasila, melainkan menjadi demokrasi NPWP (Nomor Piro Wani Piro).
"Jangan sampai mereka yang terpilih dalam Pemilu bukan karena integritas, kredibilitas, maupun popularitas, melainkan karena 'isi tas'. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah hal ini," pungkas Bamsoet.