Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menilai hukuman etik berat yang diterima eks Ketua MK Anwar Usman tidak tepat.
Menututnya, dalam putusan MKMK tidak ada pembahasan hingga pembuktian dugaan intervensi yang dilakukan Anwar Usman saat menguji Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 atau dimaknai MK nomor 90 tahun 2023.
Hal tersebut merespons putusan MK yang menolak gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres.
"Dalam putusan MKMK sama sekali tidak ada pembahasan dan juga tentu tidak ada pembuktian adanya intervensi, ya. Hal yang kemudian disebut dijadikan alasan menjatuhkan hukuman pelanggaran berat terhadap saudara Anwar Usman," kata Habiburokhman di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023).
Habiburokhman mengatakan dalam bulir keputusan MKMK tidak ada fakta yang diambil dari keterangan saksi dan petunjuk alat bukti.
Menurutnya, dalam fakta persidangan MKMK, juga tidak ada saksi termasuk sembilan hakim konstitusi yang menyampaikan keterangan terkait intervensi.
"Juga alat bukti yang dihadirkan tidak satu alat bukti pun yang menunjukkan terjadinya intervensi. Sehingga menjadi pertanyaan ya kalau saudara Anwar Usman di hukum berat karena disebut membuka ruang intervensi," jelasnya.
Selain itu, dia menilai hukuman yang diterima Anwar Usman ialah hal yang tidak tepat.
"Inilah yang kami katakan kekonyolan ya, penegakan etik yang dilakukan oleh MKMK sendiri. Dan ini ya teman-teman, saya sampaikan diperkuat lagi ya dengan keputusan MK nomor 141 kemarin," kata dia.
Habiburokhman mengatakan MK berpendapat dalil pemohonan dalam gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 tidak dapat dibenarkan.
"Berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 yang mengandung intervensi dari luar, konflik kepentingan, menjadi putusan yang cacat hukum menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengundang pelanggaran prinsip negara hukum, tidak dapat dibenarkan," imbuhnya.