Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tak kuasa menahan tangis ketika ditanya seberapa dalam luka dirinya dan PDIP terkait perlakuan Jokowi sebagai kader terhadap partainya.
Melalui Youtube Akbar Faizal pada Kamis (9/11/2023), Hasto menceritakan duka yang sedang dialami PDIP dan dirinya.
Hasto awalnya menanggapi pernyataan Jokowi yang mengatakan situasi politik terkini seperti drmaa Korea alias drakor dan sinetron. Orang nomor satu di Indonesia itu menilai terlalu banyak dramanya, yang dinilai beberapa pihak sebagai bentuk sindiran terhadap PDIP.
“Seharusnya kan pertarungan gagasan, mestinya pertarungan-pertarungan ide, bukan perasaan. Kalau yang terjadi pertarungan perasaan, repot kita,” kata Jokowi pada Senin (6/11/2023).
Merespons hal itu, Hasto sebagai Sekjen PDIP mengatakan bahwa justru perasaan itu adalah bagian dari politik yang tak kalah pentingnya dengan gagasan dan ide.
“Karena Pak Presiden berbicara, politik itu bukan perasaan. Padahal, politik itu mata hati. Mata hati itu keluar dari instrumen rasa, yang diolah dengan alam pikir, maka keluarlah watak politik dengan perpaduan rasa dan alam pikir tadi,” respons Hasto.
Kemudian Akbar Faizal sebagai tuan rumah bertanya, seberapa luka PDIP menyaksikan manuver dan langkah politik keluarga Jokowi yang dinilai tak sejalan lagi dengan partai.
“Bahwa PDIP tampak luka dengan ini, luka bahwa seorang presiden yang diakui adalah anaknya, tubuhnya, pikirannya, itu ternyata bergeser. Maka kemudian keluarlah kata atau narasi, misalnya pengkhianat dan segala macam. Seberapa luka PDIP dalam hal in?” ujar Akbar Faizal.
Hasto mendahului jawabannya dengan fakta karakter Ibu Megawati sebagai Ketum PDIP. Selain teguh dalam pendirian, tetapi juga sosok yang begitu lembut.
“Ibu sebenarnya (punya) begitu banyak kelembutan, karena kami diajarkan mencintai pertiwi, mengelola politik ini dengan mata hati, sehingga kultur partai dalam merawat pertiwi dengan menanam pohon itu esensi utama dari politik PDIP,” tuturnya.
Kemudian Hasto menceritakan, bagaimana PDIP mengawal dan membersamai Jokowi selama 23 tahun sejak menjadi Wali Kota Solo hingga sekarang bisa menjadi presiden dua periode.
Hasto juga mengenang saat-saat Jokowi hendak dilantik menjadi presiden untuk pertama kalinya, di mana Jokowi meminta arahan ke Megawati saat sesi makan siang usai Jumatan.
“Pada tanggal 17 Oktober 2014, saat itu makan siang habis Jumatan hanya bertiga. Ibu Mega, Pak Jokowi, dan saya. Lalu, Pak Jokowi menanyakan kepada Ibu, ‘Ibu! saya tanggal 20 Oktober nanti akan dilantik, apakah ada arahan dari ibu?’,” kata Hasto sambil menirukan perkataan Jokowi.
“Lalu, Ibu mengatakan karena suasana akrab sambil makan, Ibu bilang begini, ‘Dek! Ini pesan dari bapak saya dan juga dari pengalaman saya, jangan lihat Istana dari sisi terangnya, tetapi kenali sisi gelap kekuasaan itu, maka dek Jokowi akan jadi pemimpin’,” kata Hasto memperagakan jawaban Megawati.
Menurut Hasto, kekuasaan bagi Megawati adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang terlena, bahkan rela melakukan apa saja untuk mendapatkannya.
“Jadi, dengan apa yang terjadi (saat ini), bukan pada seberapa sakitnya, kami (PDIP) sudah biasa mengalami rasa sakit itu. Ini bagian dari gemblengan-gemblengan sejarah bahwa sakit kami tidak bisa menutup mata,” kata Hasto dengan suara yang mulai bergetar.
Setelah itu, dia tak kuasa menahan tangisannya.
“Kami sangat sedih itu. Ibu Mega itu mengawal Pak Jokowi. Semua, dan kami juga. Saya belum menghitung berapa yang di ranting-ranting itu (kader) ketika bertemu dengan saya, ‘Kenapa bisa seperti ini?’ Saya hanya bisa memberikan penjelasan bahwa manusia bisa berubah oleh sisi-sisi gelap kekuasaan,” kata Hasto dengan terbata-bata.
Namun, bagi Hasto, yang paling penting bukan meratapi, tetapi bagaimana cita-cita bangsa yang dibangun dengan tumpahan air mata tidak boleh diselewengkan hanya karena suatu ambisi, seperti pada kasus putusan MK.
Hasto mengaku, PDIP masih mencintai Jokowi sebagai presiden. PDIP memiliki tugas untuk mengantarkan pemerintahan Jokowi hingga masa akhir jabatannya pada 2024.