Tingkat kedisukaan atau likeability Mahfud MD lebih tinggi dibanding Gibran Rakabuming Raka dan Muhaimin Iskandar, termasuk di kalangan generasi millenial dan generasi Z. Demikian dikatakan Prof. Saiful Mujani dalam program 'Bedah Politik bersama Saiful Mujani' episode "Kualitas Cawapres di Mata Publik" yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 2 November 2023.
Prof. Saiful menjelaskan mengapa bakal calon wakil presiden belum bisa membantu mengangkat elektabilitas pasangan mereka masing-masing. Gibran, misalnya, belum membantu peningkatan suara Prabowo. Ketika dipasangkan, elektabilitas Prabowo-Gibran tidak lebih baik dari elektabilitas Prabowo secara individual.
Hal yang sama terjadi pada kasus Ganjar-Mahfud. Ketika dipasangkan, elektabilitas Ganjar-Mahfud tidak lebih tinggi dari elektabilitas Ganjar sendiri. Demikian pula kasus pasangan Anies-Muhaimin yang tidak lebih baik elektabilitasnya dibanding suara Anies secara individual.
Saiful menyatakan bahwa untuk bisa kompetitif, seorang calon wakil maupun calon presiden harus memiliki tingkat kedikenalan yang tinggi. Data survei seperti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2-8 Oktober 2023 menunjukkan kedikenalan Prabowo sudah sekitar 96 persen.
Ganjar dan Anies sudah sekitar 87 dan 88 persen. Sementara awareness publik untuk para calon wakil presiden jauh di bawah para calon presiden tersebut. Pada survei LSI tersebut, awareness publik pada Gibran sekitar 71 persen, Mahfud 62 persen, dan Muhaimin 50 persen.
Saiful menjelaskan bahwa awareness publik pada tiga bakal calon wakil presiden ini jauh di bawah calon-calon presiden. Gibran memang terlihat lebih dikenal dibanding Mahfud dan Muhaimin. Namun, dibandingkan dengan Prabowo yang sudah mencapai 96 persen, kedikenalan Gibran jauh di bawah. Karena itu, menurut Saiful, Gibran tersubordinasi oleh Prabowo dari aspek kedikenalan.
"Kalau dia (Gibran) ingin memberi sumbangan (suara), kedikenalannya minimal harus sama dengan Prabowo agar tidak tersubordinasi," jelas pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tersebut.
Kedikenalan tiga bacawapres memang mengalami kenaikan dalam tiga bulan terakhir. Gibran naik dari 61 ke 71 persen, Mahfud naik dari 53 ke 62 persen, dan Muhaimin naik dari 37 ke 50 persen. Namun, kenaikan ini belum menyentuh angka popularitas yang dimiliki para calon presiden. Saiful menyebut bahwa syarat awareness minimal untuk calon wakil presiden bisa kompetitif harus masuk ke sekitar 90 persen.
Saiful menyebut bahwa tingkat awareness saja tidak cukup, ia harus diiukuti oleh tingkat kedisukaan atau likeability yang baik. Kalau hanya dikenal tapi tidak disukai, itu akan menjadi masalah.
Dari survei LSI pada awal Oktober tersebut ditemukan dari yang tahu Gibran, hanya 77 persen yang menyatakan suka, Mahfud 83 persen, dan Muhaimin 65 persen.
Saiful mengemukakan bahwa dilihat dari kualitas awareness, Mahfud MD memiliki kualitas popularitas yang paling baik, disusul Gibran, dan terakhir Muhaimin. Karena itu, menurut dia, berdasarkan kualitas popularitas ini, Mahfud mestinya lebih kompetitif dibanding calon wapres lain. Mahfud bahkan memiliki kualitas awareness yang lebih baik dari calon presiden. Pada survei ini, likeability Prabowo hanya 81 persen, Ganjar 78 persen, dan Anies 67 persen.
"Dilihat dari data ini, Mahfud merupakan pasangan atau calon wakil presiden yang ideal karena dia punya nilai lebih dibanding calon wakil yang lain dan bahkan dibanding dengan calon presidennya sendiri," ungkap guru besar Ilmu Politik UIN Jakarta tersebut.
Namun masalahnya, kata Saiful, tingkat kedikenalan Mahfud belum tinggi. Karena itu, jika kedikenalannya naik, potensial untuk juga menaikkan suara.
"Mahfud perlu menaikkan awarenessnya," jelas Saiful.
Sementara Muhaimin, selain awareness kecil, likeabilitynya juga relatif lebih rendah dibanding calon wakil presiden yang lain. Ini, menurut Saiful, yang menjelaskan mengapa pasangan Anies-Muhaimin memiliki suara signifikan lebih rendah dibanding pasangan Ganjar-Mahfud dan Prabowo Gibran.
"Karena basis yang menopang untuk kompetitif dengan lawan-lawannya, syarat likeability juga harus kompetitif. Bahkan Anies sebagai calon presiden juga memiliki likeability yang lebih rendah dibanding Ganjar dan Prabowo. Nah, ini masalah yang dihadapi oleh Anies dan Cak Imin sejauh ini. Yang membuat mereka kurang kompetitif adalah karena likeabilitynya kurang bagus," kata Saiful.
Menurut Saiful, meningkatkan kedisukaan tidak bisa lagi sekadar sosialisasi seperti pemasangan atribut luar ruang (spanduk, baliho, atau billboard). Ini terkait dengan kreatifitas meningkatkan kualitas personal agar publik bisa menyukainya. Menurut Saiful, ini bisa dilakukan oleh tim kreatif seperti di media dan media sosial.
Secara umum, menurut Saiful, yang membuat calon wakil presiden belum menyumbang kenaikan elektabilitas pasangan adalah karena awareness publik masih rendah pada mereka. Walaupun ada calon seperti Mahfud MD yang memiliki tingkat kedisukaan lebih tinggi dari calon presiden, namun tingkat kedikenalannya masih rendah.
Sementara Gibran sudah relatif dikenal, namun tingkat kedisukaannya tidak tinggi. Pada Muhaimin lebih kompleks karena selain tidak banyak dikenal, dia juga memiliki tingkat kedisukaan yang relatif masih kecil.
Subjektivitas Generasi
Ada yang menyatakan bahwa Gibran akan memperkuat Prabowo karena Prabowo adalah generasi yang lebih senior, sementara Gibran merupakan representasi generasi yang lebih muda. Karena itu, dari segi usia, kombinasi pasangan ini cukup lengkap.
Sementara Ganjar sudah di atas 50 tahun dan berpasangan dengan tokoh yang lebih senior. Anies dan Muhaimin juga segenerasi dengan Ganjar. Dengan demikian, Prabowo-Gibran memiliki keunikan dari sisi usia. Karena itu, ekspektasi sejumlah kalangan, terutama dari tim Prabowo, bahwa ada bonus khusus untuk Gibran dari generasi millennial ke bawah.
Apakah Gibran sebagai calon yang relatif sangat muda mencerminkan subjektifitas generasi: millennial dan generasi Z? Kalau itu benar, kata Saiful, mestinya yang suka pada Gibran bias pada kelompok pemilih muda tersebut.
Tingkat kedisukaan Gibran pada kelompok millennial dan Gen-Z seharusnya lebih tebal dibanding pada kelompok yang lebih senior. Sebaliknya, untuk Mahfud karena dia lebih senior, likeability di kelompok muda mestinya lebih rendah dan pada kelompok warga yang senior lebih tinggi. Apakah demikian faktanya?
Saiful menunjukkan hasil analisis atas data survei LSI awal Oktober 2023 tersebut. Ada 24,3 persen pemilih Gen-Z atau yang lahir setelah 1996. Sementara pemilih Millenial atau yang lahir dari 1981 sampai 1996 sebanyak 38,3 persen. Jika dijumlahkan, pemilih millennial dan Gen-Z sebanyak 62,6 persen dari total populasi pemilih. Karena itu, kata Saiful, jika Gibran merepresentasikan subjektifitas generasi millennial dan Gen Z, maka mestinya Prabowo-Gibran menang dengan meyakinkan.
Data survei ini menunjukkan tingkat kedisukaan atau likeability Muhaimin pada generasi Z sebesar 61 persen, Mahfud MD 83 persen, dan Gibran 79 persen. Sementara pada generasi millennial, likeability Muhaimin 66 persen, Mahfud 82 persen, dan Gibran 76 persen. Pada generasi X, likeability Muhaimin 64 persen, Mahfud 83 persen, dan Gibran 76 persen. Sedangkan pada genersai boomers, likeability Muhaimin 66 persen, Mahfud 89 persen, dan Gibran 74 persen.
Saiful menjelaskan bahwa pada semua calon wakil presiden, tidak terdapat perbedaan yang besar likeability dari semua generasi. Likeability pada Muhaimin terentang dari 61 sampai 66 persen di semua generasi.
Pada Mahfud MD, jika ada sentiment generasi, mestinya likeability Mahfud pada generasi muda lebih rendah dari Muhaimin yang lebih muda. Namun faktanya, likeability Mahfud pada generasi millennial dan gen-Z lebih tinggi. Bahkan likeability Mahfud di kalangan millennial dan Gen-Z lebih tinggi atau setidaknya seimbang dibanding Gibran yang merupakan bagian dari generasi pemilih muda tersebut.
"Tidak bisa dikatakan bahwa Mahfud kurang disukai di kalangan millennial ke bawah. Bahkan tingkat kedisukaan Gibran di kalangan millenial dan Gen-Z di bawah Mahfud. Gibran disukai dikalangan millennial 76 persen dan Gen-Z 79 persen, sementara Mahfud disukai di kalangan millennial 82 persen dan Gen-Z 83 persen," jelas Saiful.
Generasi yang lebih muda lebih kuat kedisukaannya pada Mahfud dibanding pada Gibran dan Muhaimin. Karena itu, Saiful menyatakan tidak melihat ada subjektifitas generasi di kalangan pemilih muda.
"Tidak ada subjektivitas generasi di sini," ungkap Saiful.
Lebih jauh Saiful menyatakan bahwa orang suka sama Mahfud bukan karena dia tua atau muda, tapi karena faktor yang lain. Demikian pula dengan Gibran. Orang suka pada Gibran bukan karena dia muda, mungkin karena faktor lain. Karena itu, menurut dia, generasi menjadi tidak penting untuk menjelaskan dukungan publik pada tiga calon wakil presiden tersebut.
"Kesimpulannya perbedaan generasi tidak penting. Pemilih muda banyak yang memilih Mahfud MD, sama banyaknya dengan pemilih yang sudah senior. Dan pemilih yang lebih muda juga cenderung lebih banyak yang suka pada Mahfud dibanding pada dua calon wakil presiden lain. Kalangan muda memiliki sikap yang lebih positif pada Mahfud dibanding pada Muhaimin maupun Gibran," pungkasnya.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1620 responden.
Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,5% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Wawancara lapangan dalam survei terakhir dilakukan pada 2-8 Oktober 2023.