Survei mengenai tingkat elektabilitas capres-cawapres di pilpres 2024 terus bermunculan. Kali ini giliran Charta Politika yang merilis hasil survei terbarunya.
Yang menarik karena survei itu dilakukan setelah putusan Makamah Konstitusi (MK) dan pendaftaran capres-cawapres pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dari hasil survei terbaru itu, elektabilitas Prabowo Subianto justru anjlok.
Sebelum putusan MK atau pada 13-17 Oktober 2023, survei Charta Politika menunjukkan jika elektabilitas Prabowo unggul ketika head to head dengan Ganjar Pranowo. Prabowo mendapat suara 49,4 persen dan Ganjar 39,6 persen.
Namun, elektabilitas Prabowo justru turun menjadi 44,4 persen berdasarkan survei periode 26-31 Oktober 2023, setelah dia menggandeng Gibran sebagai cawapres dan adanya putusan MK. Pada periode itu, elektabilitas Prabowo turun sebesar lima persen.
"Sementara periode yang sama, elektabilitas Ganjar yang sudah menggandeng Mahfud MD sebagai cawapresnya justru mengalami peningkatan menjadi 40,8 persen," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya dalam paparannya di kanal Youtube Charta Politika Indonesia, Senin (6/11).
Selisih elektabilitas antara Prabowo dan Ganjar berdasarkan survei terbaru pun menipis kini menjadi 3,6 persen. Padahal sebelumnya selisih mencapai 9,8 persen. Lalu untuk Anies Baswedan, elektabilitasnya juga mengalami penurunan setelah adanya putusan MK dan pendaftaran di KPU.
Pada periode sebelumnya, elektabilitas Anies berada di angka 24,8 persen. Sementara dalam survei terbaru turun tipis menjadi 24,3 persen.
Charta Politika juga melakukan simulasi tiga nama berdasarkan dengan elektabilitas Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebesar 36,8 persen menjadi pilihan tertinggi responden. Duet Ganjar-Mahfud unggul atas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 34,7 persen dan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar 24,3 persen.
“Secara berpasangan, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pilihan tertinggi, diikuti Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar,” kata Yunarto.
Padahal pada survei sebelumnya, elektabilitas Prabowo Subianto sempat konsisten berada di posisi puncak. Yunarto menilai anjloknya elektabilitasnya Prabowo Subianto lantaran dipasangkan dengan Gibran Rakabuming yang merupakan putra sulung dari Presiden RI, Joko Widodo.
Hal ini menurut Yunarto Wijaya dilatar belakangi atas putusan MK yang menyetujui batas usia capres-cawapres berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Dari jumlah tersebut, 49,9 persen responden setuju bahwa hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang untuk memudahkan putra Presiden Jokowi menjadi calon Wakil Presiden,” tutur Yunarto.
Dalam survei juga publik menilai Presiden Jokowi turut campur dalam keputusan MK terkait batasan usia calon Wakil Presiden. Sebab, selama ini diketahui publik ada hubungan kekeluargaan yang Gibran Rakabuming merupakan keponakan dari Ketua MK Anwar Usman, hal tersebut semakin menegaskan opini terhadap politik dinasti yang dilakukan keluarga Jokowi dalam memuluskan Gibran sebagai cawapres.
Sementara, mayoritas masyarakat menolak akan putusan politik dinasti tersebut. “Sebanyak 59,3 persen responden menyatakan tidak setuju dengan praktik politik dinasti,” kata Yunarto.
Gibran dinilai publik tidak pantas menjadi cawapres masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik.
"Mas Gibran ini berpotensi untuk menjadi beban atau liabilitas bagi Pak Prabowo, dengan majunya jadi cawapres karena dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup dalam pemerintahan," ungkap Yunarto.
Polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.