Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri tampaknya cukup gelisah dengan kondisi demokrasi di Indonesia belakangan ini.
Meski berada pada barisan pendukung utama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, Megawati Soekarnoputri tetap menilai demokrasi Indonesia saat ini dirundung kegelapan.
Penilaian Megawati itu tampaknya salah satunya terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-undang Pemilu, terutama soal pasal batas usia capres-cawapres.
Namun, dengan adanya keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Megawati menilai telah menjadi cahaya saat demokrasi dirundung kegelapan.
"Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi," kata putri Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno itu melalui YouTube akun PDI Perjuangan, Minggu (12/11).
Megawati mengatakan keputusan MKMK membuktikan bahwa moral dan politik kebenaran tidak akan layu berhadapan dengan rekayasa hukum.
"Bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi," kata Ketua Umum PDI Perjuangan itu.
Megawati tentu menyayangkan rekayasa hukum kembali terjadi di Indonesia setelah muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dia kemudian mengatakan konstitusi itu menjadi pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya.
Megawati menyebutkan bahwa konstitusi bukan ditaati sebatas hukum dasar tertulis, melainkan wajib dianggap sebagai aturan negara yang memiliki ruh.
"Ia mewakili kehendak, tekad, dan cita-cita tentang bagaimana bangunan tata pemerintahan negara disusun dan dikelola dengan sebaik-baiknya seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa," ujar Megawati.
Sebelumnya, MKMK dalam sidang pada Selasa (7/11) kemarin telah memutuskan aduan tentang dugaan pelanggaran etik hakim MK ketika membuat putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu berisi tentang kriteria pasangan capres-cawapres seperti diatur dalam Pasal 169 Huruf q Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. MK dalam putusannya menyebut kriteria capres-cawapres tetap 40 tahun dengan menambahkan frasa pernah atau sedang menjabat kepala daerah yang dipilih langsung dalam pemilu.
Namun, MKMK menilai Ketua MK Anwar Usman melanggar etik ketika ikut membuat putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Sebab, Anwar dianggap memiliki konflik kepentingan karena menjadi semenda Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika ikut memutuskan perkara tersebut.
Di sisi lain, putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 menguntungkan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka agar bisa menjadi Cawapres 2024 RI.