Kinerja pasar keuangan Indonesia babak belur pada perdagangan kemarin.Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)dan nilai tukar rupiah ambruk. Hanya Surat Berharga Negara (SBN) yang memberi kabar positif.
Pasar keuangan Indonesia pada hari ini diharapkan membaik. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
Pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu (1/11/2023), IHSG ditutup di posisi 6.642,42 atau ambruk 1,63%.Posisi penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 23 Juni 2023 atau empat bulan terakhir.
Sebanyak 135 saham menguat, 450 saham melemah sementara 165 bergerak stagnan. Nilai perdagangan yang tercatat kemarin mencapai Rp 11,7 triliun dengan melibatkan 28,2 miliar saham.
Investor asing mencatatkan net sellsebesar Rp 1,36 triliun atau sama dengan hari sebelumnya.
Semua indeks sektoral kompak melemah dengan pelemahan terbesar dicatat oleh sektor energi dan kesehatan. Sektor lainnya juga ambruk termasuk barang baku, industri non siklikal, kesehatan, keuangan, properti, infrastruktur, teknologi, hingga transportasi.
Pergerakan IHSG berbeda dengan bursa Asia lainnya di mana mayoritas ditutup menguat. Indeks Nikkei terbang 2,41%, indeks KOSPI melambung 1,03%, indeks Shanghai Composite Index menguat 0,14%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,85%. dan indeks Straits Times Singapura menanjak 0, 29%. Sebaliknya, indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,06%1,03%,
Dari sisi nilai tukar, rupiah kembali ambruk setelah sempat menguat pada dua hari perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan kemarin, rupiah melemah 0,31% ke posisi Rp 15.930 per dolar AS.
Dari pasar SBN, imbal hasil mulai menurun yang menandai naiknya harga obligasi karena SBN sudah mulai dicari investor.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) turun tipis menjadi 7,04% pada perdagangan kemarin. Imbal hasil lebih rendah dari Selasa yakni 7,07%.
Pasar keuangan Indonesia ambruk kemarin setelah dihujani sentimen negatif, mulai dari meningkatnya inflasi, wait and see pertemuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed), jatuhnya PMI Manufaktur Indonesia
Seperti diketahui, inflasi Indonesia meningkat menjadi 2,56% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, lebih tinggi dibandingkan September yang tercatat 2,28%.
Secara bulanan, inflasi mencapai 0,17% atau lebih rendah dibandingkan September yang tercatat 0,19%. Inflasi Oktober dipicu oleh meningkatnya harga bahan pangan mulai dari beras, cabai, hingga telur.
Kenaikan inflasi menjadi kekhawatiran tersendiri karena bisa menggerus daya beli masyarakat yang berujung pada turunnya penjualan perusahaan,
Sementara itu, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,5 pada Oktober 2023. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir.
The Fed Tahan Suku Bunga, Wall Street Kembali Berpesta
Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kembali berpesta dengan menguat pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (2/11/2023). Kenaikan bursa ditopang oleh keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50%.
Indeks Dow Jones ditutup menguat 0,67% ke posisi 33.274,58. Indeks S&P melonjak 1,05% ke 4.237,86 sementara indeks Nasdaq juga terbang 1,64% ke 13.061,47.
Penguatan ini memperpanjang tren positif Wall Street yang juga menguat pada dua hari sebelumnya.
Saham-saham teknologi menjadi bintang dengan penguatan sektor mencapai 2%. Saham Nvidia terbang 3% sementara Advanced Micro Devices melesat 9,7%.
Seperti diketahui, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50%. Namun, The Fed menegaskan jika inflasi belum berjalan secepat keinginan mereka sehingga potensi kenaikan suku bunga masih ada.
Keputusan The Fed menahan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (2/11/2023) adalah yang kedua kalinya dalam dua pertemuan terakhir. The Fed terakhir kali menaikkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 25 Juli 2023.
Keputusan menahan suku bunga juga sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar.
Dalam pernyataan resminya, The Fed mengatakan jika indikator terbaru menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kuat pada kuartal III-2023 tetapi data tenaga kerja sudah bergerak moderat. Tingkat pengangguran juga masih rendah dan inflasi masih tinggi.
"Komite tetap menetapkan target inflasi di kisaran 2%. Dalam menetapkan kebijakan moneter, komite akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari pengetatan moneter, dampak ekonomi, dan perkembangan sektor keuangan," tulis The Fed dalam keterangan resminya.
Chairman Jerome Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC menjelaskan jika upaya untuk membawa inflasi kembali ke kisaran 2% masih jauh.
Damanick Dantes, analis dari Global X, memperkirakan peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga di Desember kecil karena besarnya dampak kenaikan imbal hasil US Treasury.
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sempat melonjak ke 5% meskipun saat ini sudah melandai ke kisaran 4,7%.
Salah satu faktornya adalah rencana Kementerian Keuangan AS yang akan menerbitkan utang senilai US$ 112 miliar.
"Dengan kenaikan imbal hasil seperti saat ini maka peluang kenaikan menjadi berkurang. Kondisi keuangan yang lebih ketat sejak September sudah ikut membantu The Fed dalam menekan inflasi," tutur Dantes, dikutip dari CNBC International.
AS kemarin juga melaporkan data tenaga kerja Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS). Data terbaru menunukan penciptaan lapangan kerja naik 56.000 menjadi 9,55 juta pada September, level tertingginya dalam empat ulan terakhir. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar di 9,25 juta.
Sektor swasta hanya menambah 113.000 tenaga kerja pad Oktober, di bawah ekspektasi pasar yakni 150.000
Data tenaga kerja adalah salah satu yang menjadi pertimbangan The Fed ke depan. Pelaku pasar juga masih menunggu laporan keuangan periode Juli-September 2023. Dari 310 perusahaan yang sudah melaporkan keuangan sebanyak 79,7% menunjukkan perbaikan kinerja di atas ekspektasi sementara 16,1% di bawah ekspektasi.
Sentimen Hari Ini: The Fed Tahan Suku Bunga, Saatnya Pesta?
Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu mengakhiri perdagangan di zona hijau hari ini dengan banyaknya sentimen positif. Menghijaunya Wall Street dan keputusan The Fed menahan suku bunga akan menjadi kabar gembira.
Namun, sentimen dari dalam negeri justru leih mengarah ke negatif dengan kenaikan inflasi serta anjloknya PMI Manufaktur.
The Fed Tahan Suku Bunga
Keputusan The Fed menahan suku bunga akan menjadi kabar gembira bagi pelaku pasar hingga investor. Dengan tidak adanya kenaikan maka dana asing diharapkan bisa kembali ke Emerging Market seperti Indonesia.
Dipertahankannya suku bunga juga diharapkan bisa membuat dolar AS melemah serta imbal hasil US Treasury melandai.
Indeks dolar masih terbang tinggi ke 106,88 pada perdagangan Rabu (1/11/2023), dari 106,66 pada hari sebelumnya. Namun, imbal hasil US Treasury 10 tahun sudah melandai ke 4,73% dari 4,88% pada hari sebelumnya.
Sesuai ekspektasi pasar, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Dengan demikian, The Fed sudah menahan suku bunga dalam dua pertemuan terakhir. The Fed terakhir kali menaikkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 25 Juli 2023.
Keputusan menahan suku bunga juga sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar. Namun, The Fed menegaskan jika inflasi belum berjalan secepat keinginan mereka sehingga potensi kenaikan suku bunga masih ada.
Chairman The Fed Jerome Powell juga mengingatkan jika The Fed belum membuat keputusan apapun terkait suku bunga untuk Desember mendatang. Semua keputusan akan sangat bergantung pada perkembangan data.
"Komite tetap menetapkan target inflasi di kisaran 2%. Dalam menetapkan kebijakan moneter, komite akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari pengetatan moneter, dampak ekonomi, dan perkembangan sektor keuangan," tulis The Fed dalam keterangan resminya.
Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC menjelaskan jika upaya untuk membawa inflasi kembali ke kisaran 2% masih jauh.
Sebagai catatan, inflasi AS mencapai 3,7% (yoy) pada September 2023. Inflasi inti masih bergerak di 4,1%.
"Proses untuk menurunkan inflasi ke kisaran 2% masih jauh dari selesai. Kami akan menentukan kebijakan dari pertemuan ke pertemuan," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.
Dalam pernyataan resminya, The Fed mengatakan jika indikator terbaru menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kuat pada kuartal III-2023 tetapi data tenaga kerja sudah bergerak moderat. Tingkat pengangguran juga masih rendah dan inflasi masih tinggi.
Pernyataan The Fed sedikit berbeda dengan September di mana mereka mengatakan pertumbuhan ekonomi AS 'solid' dan data tenaga kerja 'sudah melambat tetapi masih dalam fase kuat". Sebagai catatan, ekonomi AS tumbuh 4,9% (year on year/yoy) pada kuartal III-2023, dari 2,1% pada kuartal II-2023. Tingkat pengangguran ada di 3,8% pada September.
Sebagai catatan, ekonomi AS tumbuh 4,9% (year on year/yoy) pada kuartal III-2023, dari 2,1% pada kuartal II-2023. Tingkat pengangguran ada di 3,8% pada September.
Powell mengatakan kondisi keuangan dan kredit kini makin ketat dan kemungkinan akan membebani aktivitas ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan inflasi.
"Kelanjutan dari dampak ini masih belum pasti. Sangat masuk akal jika kemudian kami bertanya "apakah kami perlu menaikkan suku bunga kembali"? imbuhnya.
Peter Cardillo, kepala ekonom market Spartan Capital Securities, juga menilai pernyataan The Fed lebih dovish.
"Pernyataan The Fed kini lebih dovish. Fakta bahwa The fed menahan suku bunga dua kali beruntun mengindikasikan ada kemungkinan The Fed juga akan melakukan hal sama di Desember. Jika memang demikian maka siklus kenaikan suku bunga memang sudah berakhir," ujar Cardillo, kepada CNN Busines.
Data terbaru tenaga kerja AS menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih panas.
AS kemarin melaporkan data tenaga kerja Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS). Data terbaru menunukan penciptaan lapangan kerja naik 56.000 menjadi 9,55 juta pada September, level tertingginya dalam empat ulan terakhir. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar di 9,25 juta.
Hari ini, AS akan mengumumkan data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 28 Oktober.
Setelah The Fed, hari ini bank sentral Inggris akan mengumumkan kebijakan suku bunga. Bank sentral Inggris (BoE) diperkirakan akan menahan suku bunga acuan di 5,25% pada hari ini.
Sentimen Dalam Negeri: Inflasi Mengganas & PMI Ambruk, Perlukan Khawatir?
Inflasi RI Melonjak
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Indonesia naik menjadi 2,56% (yoy) dan 0,17% (month to month/mtm)pada Oktober 2023. Kelompok pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar karena lonjakan harga beras, bensin dan cabai rawit. Hal ini menunjukkan bahwa harga pangan di Indonesia mayoritas menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya sehingga membebani masyarakat.
Inflasi inti sebesar 1,19% yoy yang merupakan posisi terendah sejak 21 bulan terakhir. Secara tahunan, inflasi Oktober melesat dibandingkan September yang tercatat 2,28% sementara secara bulanan lebih rendah dibandingkan September (0,19%).
Kenaikan harga pangan memicu tingginya inflasi barang bergejolak (volatile food) hingga mencapai 5,54% yoy dan 0,21% mtm pada Oktober 2023. Komoditas yang memberikan andil cukup signifikan yakni beras, daging ayam ras, bawang putih, dan kentang. Inflasi volatile sebesar 5,54% (yoy) ada di atas target pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakni 4-5%.
Beras merupakan penyumbang andil inflasi pada volatile food dengan inflasi beras sebesar 1,72% mtm dan andil 0,06%. Bobot beras dalam perhitungan inflasi terbilang besar yakni 3,33% terhadap kelompok pangan sehingga perkembangan harga beras akan berdampak terhadap laju inflasi.
Inflasi pangan menjadi salah satu kekhawatiran besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena besarnya pengeluaran masyarakat Indonesia untuk pangan.
Dalam hitungan BPS, warga miskin menghabiskan 75% pengeluarannya untuk makanan. Jika harga pangan semakin mahal maka tingkat kemiskinan bisa meningkat.
Tak hanya itu, kenaikan inflasi akan menggerus daya beli sehingga akan berdampak besar terhadap penjualan perusaahan, terutama consumer goods.
Perusahaan seperti PT Unilever Indonesia (UNVR), PT Mayora Indah (MYOR), ataupun PT Matahari Putra Prima (MPPA) akan terimbas.
PMI Indonesia dan ASEAN Jeblok
PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,5. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir. Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 26 bulan terakhir.PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P Global menjelaskan PMI melambat karena menurunnya pemesanan baru dari luar negeri sejalan dengan melambatnya permintaan.Kepercayaan bisnis dalam 12 bulan ke depan turun jauh ke level terendah sejak Februari 2023.Kepercayaan bisnis ambruk karena meningkatnya ketidakpastian global ke depan.
"Tanda-tanda perlambatan semakin nyata termasuk melemahnya pertumbuhan permintaan baru selama dua bulan beruntun. Kepercayaan dunia bisnis juga turun jauh," tutur JingyiPan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi S&P.
S&P Global menjelaskan PMI melambat karena menurunnya pemesanan baru dari luar negeri sejalan dengan melambatnya permintaan.Kepercayaan bisnis dalam 12 bulan ke depan turun jauh ke level terendah sejak Februari 2023.Kepercayaan bisnis ambruk karena meningkatnya ketidakpastian global ke depan.
Tak hanya Indonesia, ambruknya PMI juga terjadi di hampir seluruh negara ASEAN. Sinyal ini menunjukkan jika kawasan ini bisa melambat pertumbuhannya ke depan. Padahal, ASEAN adalah salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia.
PMI Vietnam turun ke 49,6 pada Oktober, dri 49,7 pada Septmber sementara PMI Thailand turun menjadi 47,5 pada Oktober dari 47,8 pada September. PMI Manufaktur China juga jatuh ke fase kontraksi yakni 49,5 pada Oktober dari fase ekspansif 50,6 pada September.
Padahal, China adalah motor ekonomi Asia dan berkontribusi sebesar 24% dari total ekspor Indonesia.
Harga Komoditas Masih Jeblok
Harga komoditas kompak jatuh pada perdagangan Rabu (1/11/2023). Harga minyak brent ditutup melemah 0,02% sehari dan anjok 4,6% sepekan ke US$ 85,04 per barel sementara harga minyak WTI ambruk 0,21% sehari dan 5,3% sepekan menjadi US$ 80,85 per barel.
Harga batu bara juga jeblok 0,71% ke US$ 126 per ton atau level terendahnya dalam tiga bulan.
Ambruknya harga komoditas bisa membebani IHSG dan rupiah mengingat banyaknya perusahaan Indonesia yang menggantungkan hidup dari komoditas. Harga komoditas yang melandai juga bisa menekan ekspor sehingga pasokan dolar berkurang.
Pelemahan harga minyak dan batu bara bisa menekan kinerja saham sejumlah perusahaan mulai dari PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT elnusa (ELSA), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Bayan Resources (BYAN), PT Indika Energy (INDY), PT Adaro Energy Indonesia (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah (ITMG), PT Adaro Minerals Indonesia (ADMR) hingga Harum Energy (HRUM
Data dan Agenda Ekonomi Hari Ini:
Agenda ekonomi:
* Korea Selatan akan mengumumkan data inflasi Oktober (06:00 WIB)
* Inggris akan mengumumkan kebijakan suku bunga (19:00 WIB)
* AS akan mengumumkan klaim pengangguran serta data JOLTs Job Openings untuk September (21:00 WIB)
* Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
* Tanggal cum HMETD PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS)
* Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP)
* Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO)