Jamuan makan siang yang dilakukan Presiden Joko Widodo kepada tiga bakal capres di Istana Merdeka pada Senin kemarin (30/10), dinilai tak lebih dari sekadar gimmick (kemasan) politik. Tak heran kalau akhirnya publik sulit meyakini Presiden Jokowi akan netral pada Pemilu 2024.
Pertemuan itu juga diyakini tidak akan mampu menurunkan tensi politik nasional yang semakin panas pascakeputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu bakal cawapres.
“Bagi publik jamuan makan siang itu hanya gimmick politik yang tidak mampu menurunkan tensi politik yang sangat tinggi pascaskandal MK yang kini sedang disidangkan oleh Majelis Kehormatan MK,” ujar analis politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, dalam keterangannya, Rabu (1/11).
Menurut Ginting, upaya Presiden Jokowi menunjukkan keakraban dengan tiga bakal capres, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, tidak mampu membuat publik lupa terhadap keputusan MK yang terindikasi menjadi skandal politik.
“Mestinya jamuan makan itu dilakukan sebelum adanya skandal (putusan) MK. Sehingga semua calon presiden tidak terbebani dengan keputusan yang memalukan bangsa,” kata Ginting.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu menyebut, jamuan makan siang di Istana yang hanya mengundang tiga capres terlihat janggal. Karena tidak menghadirkan bakal calon wakil presiden (bacawapres).
Mestinya, tegas Ginting, tiga bacawapres, yakni Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, dan Gibran Rakabuming Raka bin Jokowi juga hadir dalam acara itu.
“Dari sini saja terlihat, Presiden Jokowi tidak sanggup jika anak sulungnya hadir dalam kapasitas sebagai cawapres. Publik akan tertawa, karena nepotisme politik tempatnya justru ada di istana,” tuturnya.
Lebih jauh, dari posisi duduk dalam jamuan makan siang itu juga bisa dibaca secara semiotika politik. Jokowi diapit Prabowo Subianto di sebelah kiri, sebelah kanan Ganjar Pranowo, dan di seberangnya Anies Baswedan.
“Posisi duduk Prabowo lebih dekat ke Jokowi. Ganjar agak menjauh ke kanan. Sedangkan Anies ditempatkan di seberang. Artinya Anies memang berseberangan dengan pemerintahan Jokowi,” jelas Ginting.
Selain itu, dia melihat Prabowo terlihat seperti menanggung beban, terlihat dari wajahnya yang tegang. Sedangkan Ganjar dan Anies tersenyum tanpa beban.
Bagi Ganjar dan Anies kalah dan menang dalam pilpres 2024, mungkin sudah masuk dalam perkiraan mereka. Tapi bagi Prabowo, pilpres kali ini tidak ada jalan, selain harus menang.
“Apalagi bagi Jokowi, anak sulungnya Gibran bin Jokowi harus menang dalam Pilpres 2024. Termasuk anak bungsunya Kaesang Pangarep bin Jokowi yang menjadi Ketua Umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia) harus bisa lolos ke Senayan (DPR),” katanya.
“Maka publik pun tak yakin Presiden Jokowi akan bisa bersikap netral dalam Pilpres 2024,” pungkas Ginting.