Dua pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dan Anies Baswedan-Mahfud MD, memasukkan rencana pembentukan badan penerimaan negara (BPN) dalam program visi misinya. Rencananya ini diusung guna mengenjot penerimaan pajak dan bea cukai.
Chief Economist CNBC Indonesia Anggito Abimanyu mengatakan ide itu menilai pembentukan BPN hanyalah perombakan institusional yang belum cukup kuat untuk meningkatkan rasio perpajakan.
"BPN itu organisasi, yang lebih penting adalah kebijakan apa yang bisa meningkatkan penerimaan pajak, ini hasil studi ya," kata dia dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Jumat (17/11/2023).
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu itu sekaligus menyebut bahwa pendirian lembaga baru butuh waktu yang lama hingga 4 tahun. Sebab, memisahkan Ditjen Pajak dan Kemenkeu harus mengubah sedikitnya 4 undang-undang.
"Katakanlah 2024 presiden terpilih, pendirian badan itu baru berlaku 2026," tanya Anggito.
Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran menyatakan keseriusannya untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). TKN meyakini keberadaan badan ini bisa meningkatkan rasio pajak atau tax ratio, sekaligus membuat pembayaran pajak lebih murah.
"BPN menurut saya amat sangat penting, karena dari segi karakternya betul-betul fokus pada penerimaan negara, tidak fokus lagi pada pengeluarannya," kata Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno dalam acara Your Money Your Vote di CNBC Indonesia.
Eddy mengatakan potensi Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto sangat tinggi. Dia bilang hanya 30% orang Indonesia yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Saat ini yang punya NPWP hanya 30% dari mereka yang sesungguhnya berkewajiban, jadi ekstensifikasi pajak tentu harus dilakukan untuk mengungkap mereka yang masih bersembunyi," katanya.
Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dan Prabowo Subianto menyerukan idenya untuk memisahkan Direktur Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini diharapkan bisa meningkatkan independensi instansi perpajakan serta menaikkan penerimaan negara.
Anies dan Prabowo menyampaikan ide tersebut dalam acara Sarasehan 100 Ekonom yang diselenggarakan INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (8/11/2023). Menurut Prabowo, banyak negara telah membuktikan pemisahan instansi perpajakan dari Departemen Keuangan berdampak positif.
"Kita perlu berani belajar dari pengalaman orang lain. Dan di banyak tempat di negara negara maju memang agak dipisahkan antara policy making kementerian keuangan dan tax collection dan revenue collection," tutur Prabowo dalam acara tersebut.
Namun, Prabowo menjelaskan kebijakan tersebut harus dilakukan setelah dilakukan kajian ataupun studi banding.
"Tim pakar yang membantu saya terus menerus melakukan kajian melakukan simulasi melakukan studi banding sehingga tentunya kita berharap pada saatnya mana kala diberi mandat kita bisa segera kerja," imbuhnya.
Anies Baswedan mengungkapkan pendirian badan pengelolaan keuangan baru diperlukan untuk menjaga ketahanan Indonesia di tengah ancaman krisis ekonomi. Dia mengakui membentuk badan itu bukan sebuah pekerjaan mudah yang bisa dilakukan dalam waktu cepat. Pasalnya, pembentukan itu nanti harus dilakukan dengan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan.
"Kami melihat perlu ada realisasi badan penerimaan negara menjadi satu sendiri. Nantinya, melakukan integrasi koordinasi dalam semua terkait revenue negara," ujarnya.
Rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan bukan hal baru. Rencana tersebut pernah disuarakan saat proposal revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diajukan pada 2018.
Pemisahan diperlukan agar otoritas pajak bisa lebih luwes dalam menetapkan kebijakan pengumpulan pajak. Pemisahan ini merupakan salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan awalnya badan otonom pajak direncanakan sudah terbentuk pada 2017.