Desak kuat terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari lembaga yang pernah dipimpinnya mulai mengemuka.
Anwar Usman dinilai sudah cacat sebagai hakim konstitusi, sehingga selayaknya mengundurkan diri dari lembaga MK.
Desakan makin menguat usai putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang menyatakan adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut, melakukan pelanggaran berat atas kode etik hakim konstitusi. MKMK juga memutuskan pemberhentian Anwar Usman dari jabatan ketua MK.
Maklumat Juanda pun menganggap Anwar Usman yang telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran etik berat, dan akan terus menerus menjadi halangan bagi pemulihan martabat dan independensi MK.
“Anwar Usman telah kehilangan posisi etis sebagai hakim,” demikian siaran pers Maklumat Juanda pada Kamis (9/11/202). “…sesungguhnya ia telah kehilangan kedudukan etis untuk memeriksa atau mengadili perkara apa pun.” Oleh karena itu, Maklumat Juanda mengajukan dua tuntutan. Pertama, mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari MK.
“Ia telah tercela sebagai hakim. Pengunduran dirinya akan disambut sebagai bagian dari masih adanya keinginan sadar dari Anwar Usman untuk memperbaiki martabat dan kemandirian Mahkamah yang pernah ia pimpin, dan etika kehakiman,” imbuh siaran pers itu.
Kedua, Maklumat Juanda mendesak MK segera menyidangkan permohonan uji terhadap proses formil pengambilan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres/cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.
Putusan itu memungkinkan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi bakal cawapres dengan bermodal pengalaman sebagai wali kota Surakarta.
“Sebagaimana Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa telah ada pelanggaran etik berat atas cara pengambilan putusan tersebut, maka persidangan terhadap peninjauan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 haruslah dilakukan sesegera mungkin untuk memberi kepastian hukum kepada proses penyelenggaraan Pilpres 2024,” demikian bunyi siaran pers itu.
Maklumat Juanda merupakan suara dari berbagai tokoh yang menyampaikan keresahan mereka atas praktik ganjil dalam putusan MK yang memungkinkan Gibran menjadi bakal cawapres.
Maklumat tersebut ditandatangani oleh 334 tokoh dari berbagai latar belakang, antara lain, para guru besar, dosen, agamawan, budayawan, mantan duta besar, mantan menteri, eks komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atlet nasional, pengacara, wartawan; pendidik, pegiat hak asasi manusia dan gerakan perempuan, pencinta lingkungan hidup, aktivis kesehatan, hingga para seniman.