Perusahaan pembangkit listrik swasta di Indonesia asal Amerika Serikat (AS) alias PT ThorCon Power Indonesia berencana akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia yang ditargetkan untuk bisa beroperasi pada tahun 2030 mendatang.
Chief Operating Officer ThorCon, Bob S. Effendi mengungkapkan bahwa nantinya perusahaan akan menggunakan salah satu komponen sumber energi yang digunakan adalah berasal dari Thorium.
Dia mengungkapkan nantinya komponen tersebut harus diimpor terlebih dahulu ke Indonesia yang mana setelah itu akan dibuat pabrik bahan bakar untuk Thorium di Indonesia. "Bahan bakar seluruhnya harus impor dulu tapi di kemudian hari akan di bangun pabrik bahan bakar," ujar Bob kepada CNBC Indonesia, Senin (23/10/2023).
Walaupun, Bob mengatakan pihaknya masih belum bisa mengungkapkan seberapa besar konsumsi Thorium yang akan digunakan oleh PLTN per tahunnya, namun yang pasti Bob menerangkan bahwa nantinya PLTN yang diklaim akan menjadi calon PLTN pertama di Indonesia tersebut akan memiliki kapasitas sebesar 500 Mega Watt (MW).
Lebih lanjut, PLTN tersebut akan meraup investasi sebesar Rp 13 triliun. Yang mana, pada November 2024 mendatang, pihaknya akan memulai pemotongan baja pertama yang akan dilakukan di galangan kapal Korea Selatan.
Setelah itu, Bob menargetkan pada tahun 2027 mendatang, unit PLTN akan sampai di Indonesia. Lokasi yang dipilih pun berada di Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu, izin operasi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) ditargetkan pada tahun 2029 mendatang.
"Target operasi komersial 2030, First steel cutting (pemotong baja Pertama) di galangan kapal di korsel, November 2024, unit PLTN sampai lokasi 2027, target izin operasi Bapeten 2029," terangnya.
Dia mengungkapkan bahwa linimasa yang ditargetkan dalam proses pembangunan PLTN dalam negeri ini masih didiskusikan lebih lanjut dengan pihak Bapeten.
Selain itu, Bob mengklaim Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 membuka peluang usaha PLTN di dalam negeri. Sehingga pihaknya tinggal menanti terbitnya Peraturan Presiden sebagai payung hukum pembangunan PLTN dalam negeri.
"Pemerintah sudah memberikan izin usaha PLTN. Namun butuh Perpres sebagai payung hukum terhadap proyeknya yang lebih penting adalah terbitnya Revisi KEN (Kebijakan Energi Nasional) dan pembentukan NEPIO (Nuclear Energy Program Implementation Organization)," tandasnya.
Seperti diketahui, Indonesia juga semakin serius menggarap hasil tambang berjenis zirkonium dan thorium. Hal ini dibeberkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Pengujian Mineral dan Batu Bara ESDM, Julian Ambassadeur Shiddiq mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pilot plan atau produksi pra-komersial untuk tambang zirkonium dan thorium.
Julian mengatakan, pada tahun lalu, pihaknya sudah menindaklanjuti perjanjian yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT Timah untuk mengekstraksi monasit, zirkonium, dan thorium.
Saat ini proses pilot plant sudah dilakukan dan diharapkan bisa selesai dalam kurun waktu tahun 2023. Pihaknya berencana di tahun depan (2024) proses produksi sudah bisa berjalan dengan menghitung seberapa besar nilai ekonomisnya.