Dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK, Firli Bahuri terkait pertemuan dengan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo tengah disikapi Dewan Pengawas KPK.
Dewas KPK mengaku sudah meminta klarifikasi sejumlah saksi terkait dugaan itu. Namun, siapa saja saksi yang telah dimintai keterangan, Dewas KPK masih merahasiakannya.
"Masih dalam proses, sudah beberapa orang (diklarifikasi). Jumlah pasti saya lupa karena ada beberapa kasus yang dalam proses," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho dikonfirmasi, Rabu (25/10).
Sementara itu, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris memastikan Firli selaku terlapor juga akan dimintai keterangannya. "Seperti biasanya, Pak FB (Firli Bahuri) selaku terlapor diklarifikasi terakhir. Belum dijadwalkan," ucap Syamsuddin.
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri telah selesai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Firli menjalani pemeriksaan kurang lebih selama 10 jam, sejak pukul 10.00 WIB.
"Kehadiran saya hari ini (24/10) memenuhi panggilan dan memberikan keterangan kepada penyidik adalah bentuk Esprit de Corps dalam perang badar pemberantasan korupsi bersama Polri," ucap Firli dalam keterangannya, Selasa (24/10).
Firli mengaku dirinya datang lebih awal di Mabes Polri dan pemeriksaan oleh para penyidik Polda tersebut dilakukan dengan sangat profesional. Ia mengklaim, tidak ada perlakukan khusus maupun pengistimewaan.
"Untuk itu saya sangat menaruh respect atas kerja penyidik. Mereka para penyidik hebat yang dimiliki Polri. Selama pemeriksaan saya juga diberi kesempatan beribadah dan menjadi imam solat," ujar Firli.
"Sejarah akan mencatat untuk pertama kali purnawirawan Polri dan sebagai pimpinan KPK, pulang ke rumah besar untuk kerjasama demi Indonesia bebas korupsi. Tanpa drama, kecuali sempat ada penyesuaian proses dan prosedur, dan hari ini saya hadir penuhi," sambungnya.
Firli menekankan untuk membersihkan negeri ini dari praktik korupsi diperlukan sinergi dan orkestrasi pemberantasan korupsi. Sebab, semua pihak dalam kamar kekuasaan baik legislatif, eksekutif dan yudikatif, APH, Penyelenggara Negara, Aparat Keamanan dan Parpol serta semua Kementerian/Lembaga wajib melibatkan diri untuk membersihkan dan tidak melakukan korupsi.
"Namun faktanya, sampai dengan saat ini, amat disayangkan masih banyak lembaga yang permisif dengan korupsi, mereka seakan - akan membenarkan korupsi bahkan damai berdampingan," tegas Firli.
Ia tak memungkiri, ada yang melakukan perlawanan ketika pimpinan lembaganya ataupun seorang oknum penyelenggara negara tersangkut korupsi.
"Ini yang kita kenal dengan When the corruptors strike back," ujar Firli.
Ia mengklaim, para pelaku melakukan serangan balik dengan segala cara, perlawanan verbal dan non verbal. Bahkan dengan cara kasar bertujuan mengintimidasi, berlindung dalam simbol-simbol dan atribut kekuasaannya.
"Lebih aneh lagi When the corruptors strike back dilakukan terhadap KPK. Mereka sangat leluasa dan bebas. Disitulah tantangan pemberantasan korupsi sehingga butuh sinergi&orkestrasi," pungkas Firli.