Menurut Hasto, pemerintahan di era itu telah menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan elektoral untuk menaikkan suara partai tertentu hingga 300 persen.
"Kami minta Pak Denny Indrayana silakan ungkap apa yang pada tahun 2009 itu karena di situ lah justru terjadi suatu penyalahgunaan kekuasaan secara masif untuk kepentingan elektoral," ucap Hasto di Rakernas PDIP, Jakarta Selatan, Rabu (7/6).
Pernyataan itu disampaikan Hasto merespons desakan Denny agar DPR melakukan hak angket menyelidiki dugaan campur tangan pemerintah dalam proses hukum di MA.
Denny bahkan menyebut SBY sudah layak dimakzulkan atas sikap cawe-cawenya di pencalonan presiden.
Merespons itu, Hasto menilai presiden dan wakil presiden memiliki legitimasi kepemimpinan yang kuat karena telah dipilih oleh rakyat.
Sehingga presiden dan wakil presiden tak bisa semena-mena untuk diberhentikan.
"Itu melalui suatu mekanisme yang tidak mudah, sehingga harus paham Bung Denny terhadap sistem politik kita," kata Hasto.
Dia kembali menyindir balik Denny untuk bisa blak-blakan soal upaya campur tangan pemerintah pada 2009 dalam sistem pemilu sehingga ada perolehan suara partai yang naik hingga 300 persen.
Dia menganggap angka kenaikan itu tidak normal. Sebab, PDIP dalam lima tahun saja hanya bisa naik 1,8 persen.
"Pak Denny saya ajak untuk coba evaluasi pemilu yang terjadi pada tahun 2009, ketika instrumen negara digunakan sehingga ada partai politik yang bisa mencapai kenaikan 300 persen," kata Hasto.
Denny yang merupakan mantan Wamenkumham mendorong pemakzulan terhadap Jokowi karena telah cawe-cawe dalam Pilpres. Dia menyebut Jokowi sudah melanggar UUD 1945.
Desakan itu merujuk pada beberapa alasan. Pertama, dia menyebut Jokowi berupaya melakukan penjegalan terhadap bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan.
Kedua, Denny menuding Jokowi diam terkait langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.
"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?" ucap Denny dalam pernyataan tertulis hari ini.