Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Byarwati, menilai pengentasan kemiskinan di Indonesia masih rapuh.
Ia menyebut program-program yang direalisasikan pun belum efektif dan tepat sasaran.
Anis memberikan memberikan sejumlah catatan penting bagi pemerintah, terutama soal angka kemiskinan ekstrem yang ironisnya terus bertambah.
“Perlu kita catat bahwa perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia masih menggunakan asumsi Purchasing Power Parity (PPP) sebesar USD1,9 per kapita per hari, sedangkan saat ini World Bank sudah menggunakan asumsi PPP sebesar USD2,15 per kapita per hari, jika menggunakan asumsi terbaru tentu angka kemiskinan ekstrem kita bertambah,” jelas Anis, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini berharap pemerintah lebih responsif dan menyiapkan program pengentasan kemiskinan ekstrem dengan fokus dan tepat sasaran.
Ia mengatakan fokusnya tetap mencakup rumah tangga yang secara ekonomi tidak aman dan rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Politisi PKS ini juga mengingatkan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 telah ditetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7 persen hingga 6,5 persen, atau 18,34 juta sampai 19,75 juta penduduk pada akhir tahun 2024.
Melihat pencapaian yang ada, Anis menilai bahwa program pengentasan kemiskinan pemerintah selama ini masih belum efektif dan belum tepat sasaran.
“Per September 2022, BPS mencatat jumlah penduduk miskin mencapai sebesar 26,36 juta atau 9,57 persen, artinya masih jauh dari target 7 persen. Bahkan angka kemiskinan di 14 provinsi masih berada di atas rata-rata nasional,” tegas Anis.
“Saya mengingatkan, di lapangan program-program pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, bahkan data yang digunakan banyak yang kurang tepat sasaran. Sementara disisi lain kita ketahui bahwa target Pemerintah sangat ambisius,” pungkas Anis.