Presiden Joko Widodo menyinggung masalah hilirisasi sumber daya alam Indonesia pada pidatonya saat Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis lalu (1/5/2023).
Menurut Joko Widodo atau Jokowi, sumber daya alam ini harus dimanfaatkan secara maksimal bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Kita ingin kekayaan alam negeri ini bermanfaat maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Kita ingin rakyat di luar Jawa juga merasakan manfaat yang signifikan dari pembangunan yang ada," kata Jokowi.
Bahkan, Jokowi berharap pemimpin Indonesia yang menjadi penerusnya, dapat mengikuti langkahnya untuk melanjutkan hilirisasi sumber daya alam (SDA).
"Saat ini kita masih terus berjuang untuk menghadirkan pembanguna adil dan merata. Ini butuh kesinambungan dan keberlanjutan," ujar Jokowi.
"Personil dalam pemerintah bisa berganti tapi perjuangan tak boleh berhenti. Keadilan dan pemerataan dan kesejahteraan adalah yang ingin kita wujudkan melalui reformasi struktural, peningkatan kualitas sumber daya manusia, hilirisasi industri, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara," jelasnya.
Indonesia telah menginisiasi hilirisasi nikel sejak 2020. Kebijakan ini diklaim memberikan nilai tambah dari hilirisasi nikel mencapai US$ 33 miliar atau setara dengan Rp 514,3 triliun pada 2022.
Sayangnya, besarnya nilai tambah tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat sepenuhnya. Hal ini diungkapkan oleh Ekonom Senior INDEF Faisal Basri.
Nilai tambah yang tidak dinikmati masyarakat ini dipicu oleh masyarakat kecil. Ini hanya menguntungkan pengusaha besar.
Bahkan salah satunya devisa hasil ekspor disimpan di luar negeri. Sementara China yang merupakan penampung nikel Indonesia, mendapat keuntungan besar.
"Yang terjadi kalau hilirisasi biji nikel diolah jadi pig nikel ekspor bukan dijadikan lanjutan industri kita hilirisasi malah menopang industrialisasi di China," kata Faisal.
Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia periode 2014-2019, mengakui hilirisasi adalah kebijakan yang bagus.
Hanya saja praktik yang berlaku di Indonesia jauh dari tataran ideal, di mana memberikan dampak besar terhadap masyarakat.
"Hilirisasi memberikan dampak baik kalau dikerjakan oleh usaha nasional, kalau asing, dampaknya menjadi kecil. Ini harus kebijakan ini harus dievaluasi," paparnya dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia TV.
"Tambang dan sebagainya, kembalinya harus jadi kekayaan negara apakah dikerjakan oleh asing atau nasional harus memberikan manfaat bagi masyarakat dengan cara mengontrol itu," tegasnya.
Meski dikritik, kebijakan hilirisasi diakui sukses dan mampu mengerek ekonomi Indonesia Timur.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/ Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, salah satu bukti berhasilnya program hilirisasi ini ialah pertumbuhan ekonomi dua digitnya yang konsisten di di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Keberhasilan itu membuat pemerintah akan terus menggencarkan hilirisasi tambang sebagai salah satu tahapan untuk merealisasikan Indonesia sebagai negara industri mulai 2025, sebagaimana akan dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
"Betul kan terbukti provinsi-provinsi yang sudah hilirisasi tambang pertumbuhan ekonominya double digit, terbukti, is proven, tinggal kita sempurnakan tahapan industrialisasi itu menjadi tahapan-tahapan industrialisasi lainnya," kata Amalia kepada CNBC Indonesia.
Berdasarkan rilis pertumbuhan ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kuartal I-2023, Maluku Utara menjadi provinsi dengan pertumbuhan tertinggi yakni 16,5%.
Dengan demikian, ekonomi Maluku Utara tumbuh double digit dalam 10 kuartal terakhir.
Dari sisi produksi, lapangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 46,27%, Industri Pengolahan tumbuh sebesar 36,39% serta pengadaan listrik dan gas sebesar 10,50%.
Dari sisi pengeluaran, ekspor menjadi kelompok dengan pertumbuhan tertinggi yakni 11,37% (yoy).
Sementara itu, Sulawesi Tengah tumbuh sebesar 13,18% pada kuartal I-2023. Seperti Maluku Utara, ekonomi Sulawesi Tengah juga ditopang oleh hilirisasi tambang.