Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada 2024. Menurut dia, jika pemilu diundur maka melanggar Undang-undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945.
“Tahun depan itu diadakan pemilu. Saya ingin memastikan untuk kesekian kalinya, pemilu itu jadi, ndak bisa diundur. Karena kalau mau mengundur pemilu, itu melanggar konstitusi,” kata Mahfud di Kuningan, Jakarta Selatan pada Sabtu, 25 Maret 2023.
Sebab, kata Mahfud, dalam konstitusi disebutkan bahwa Pemilu itu dilaksanakan lima tahun sekali sehingga tidak boleh lewat sehari pun. Sedangkan, lanjut dia, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia juga diatur 5 tahun sehingga tidak boleh lewat satu hari.
“Kata konstitusi pemilu itu lima tahun sekali, jadi tidak boleh lewat sehari pun. Presiden itu menjabat 5 tahun, ndak boleh lewat sehari pun. Presiden dulu dilantik tanggal 20, besok 20 Oktober harus ada presiden baru. Lewat dari itu, melanggar konstitusi,” ujarnya.
Memang, Mahfud tidak menampik konstitusi tersebut diubah. Hanya saja, kata dia, proses untuk melakukan amandemen konstitusi itu tidak mudah. Di antaranya, harus diusulkan sepertiga pasal mana yang mau diubah, apa alasannya, bagaimana rumusannya. “Nanti kalau dapat 1/3 sih gampang, tapi sidangnya harus dihadiri 2/3 oleh anggota MPR,” jelas dia.
Sementara, Mahfud menyebut melihat konstalasi politik saat ini untuk mencapai 2/3 anggota MPR agak sulit. Karena, kata dia, sejumlah partai politik dengan tegas menyatakan menolak dilakukan perpanjangan masa jabatan Presiden RI.
“2/3 itu tidak akan tercapai kalau konfigurasi politiknya seperti sekarang. PDI Perjuangan nolak perpanjangan, Demokrat nolak, Nasdem nolak, PKS nolak. Ini sudah hampir separo, ndak akan ada sidang MPR,” ungkapnya.
Presiden bisa beli suara
Mahfud mengatakan bahwa suatu negara mengalami kerusuhan jika masa jabatan pesiden habis dan presiden yang baru belum diangkat, karena oleh konstitusi tidak bisa diangkat. Menurut dia, presiden itu sekarang tidak bisa diangkat oleh MPR, berbeda dengan dulu yang bisa dipercepat atau diperlambat.
“Dulu iya kalau terjadi halangan Presiden bisa dipercepat atau diperlambat, bisa. Karena dulu MPR adalah lembaga tertinggi negara, sekarang bukan. MPR itu join session antara DPR dan DPR. Tidak bisa secara sepihak dia mau mengubah, ntar dulu,” katanya.
Tentu saja, Mahfud mengatakan kalau Undang-undang diubah bisa mempercepat pergantian Presiden. Misalnya, karena presiden berhalangan tetap dan wakil presidennya naik. Menurut dia, berhalangan tetap itu seperti terlibat lima hal yaitu korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindak pidana besar dan melanggar etika.
“Etika ini harus diatur dengan undang-undang dulu. Tanpa ini, presiden tidak bisa diberhentikan. Kalau ada ini, berhentikannya juga lewat DPR. DPR bersidang benar ndak tuh, presiden salah. Nanti sidangnya lama lagi, iya salah bawa ke MK dulu nanti MK sidangnya lama lagi. Oh iya salah, kembalikan ke DPR. DPR bilang, oh putusan MK cuma gini, ndak usah diberhentikan, batal,” ucapnya.
Sebenarnya, kata Mahfud, Presiden bisa saja beli 2/3 suara anggota MPR dengan melihat siapa-siapa partai politiknya. Setelah itu, lanjut dia, tinggal cari kesalahan partai tersebut apakah ada melakukan tindak pidana korupsi atau tidak.
“Kan tinggal presiden beli aja 2/3 suara, siapa-siapa partainya. Cari aja kesalahannya kamu korupsi disini, korupsi di sini, tolak. Apa bisa? Politik begitu sejak dulu, ini permainan politik. Atau DPR ndak bisa bendung, harus diberhentikan. Serahkan dulu ke MPR, ndak bisa diberhentikan begitu saj. Ini cara memberhentikan presiden sekarang, dulu zaman Pak Harto desak-desak,” pungkasnya.