Bharada
"Mengadili. Menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata majelis hakim saat membacakan putusan di PN Jaksel, Selasa (14/2).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara," sambung hakim.
Hakim menilai, Eliezer terbukti melanggar pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dia dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Dengan vonis Eliezer ini, maka lengkap seluruh terdakwa kasus pembunuhan Yosua telah dihukum oleh majelis hakim. Berikut hukuman yang dijatuhkan untuk terdakwa lain:
- Ferdy Sambo: pidana mati
- Putri Candrawathi: 20 tahun penjara
- Kuat Ma'ruf 15 tahun penjara
- Ricky Rizal Wibowo: 13 tahun penjara
Peran Eliezer
Peran Eliezer bermula pada 8 Juli 2022 saat dia menerima perintah dari Sambo untuk menembak Yosua di lantai 3 di Rumah Saguling, Jakarta Selatan. Saat itu Sambo menceritakan bahwa Putri mengalami pelecehan seksual. Eliezer pun menyanggupi perintah menembak tersebut. "Siap komandan," kata Eliezer.
Di lokasi tersebut, Sambo pun menceritakan soal skenario tembak-menembak kepada Eliezer. Putri disebut berada di lokasi mendengarkan perintah eksekusi dan rencana skenario yang disampaikan oleh Sambo ke Eliezer.
Perintah eksekusi kepada Eliezer ini setelah sebelumnya perintah yang sama disampaikan kepada Ricky Rizal tetapi ditolak. Namun berbeda dengan Ricky, Eliezer menyanggupinya. Dia pun dibekali peluru tambahan oleh Sambo untuk mengeksekusi Yosua.
Sekuens berpindah ke rumah Duren Tiga. Di lokasi inilah, eksekusi dilakukan.
Eliezer melakukan penembakan sebanyak 3-4 kali ke Yosua atas perintah dari Sambo. Kemudian diakhiri dengan tembakan pamungkas ke arah kepala Yosua oleh Sambo. Sang brigadir pun tewas.
Majelis hakim mengatakan, Eliezer punya beberapa kali kesempatan untuk membatalkan pembunuhan terhadap Yosua. Eliezer juga dinilai sudah tahu bahwa perbuatan pembunuhan itu salah.
Bahkan, Eliezer dua kali berdoa berharap agar Sambo mengurungkan niatnya untuk membunuh Yosua. Namun dia tetap menembak Yosua, atas perintah Sambo.
"Terdakwa punya kesempatan menghindari meninggalnya korban dengan mengarahkan ke bagian tubuh lain yang bukan daerah vital, akan tetapi terdakwa tidak melakukannya," kata hakim dalam pertimbangannya.
Hakim menyebut, Eliezer melesatkan peluru ke arah dada kiri korban hingga akhirnya Yosua meninggal dunia.
"Dari fakta-fakta itu hilangnya nyawa korban telah dipertimbangkan terdakwa dengan tenang dan karenanya telah ternyata penghilangan nyawa korban telah direncanakan terlebih dahulu," kata hakim.
Kasus ini sempat ditutupi dengan skenario 'tembak-menembak' yang dirancang oleh Sambo. Kematian Yosua, disamarkan dengan peristiwa baku tembak antara Yosua dengan Eliezer, yang dipicu karena Yosua melecehkan Putri. Tembak menembak terjadi karena Eliezer memergoki Yosua usai pelecehan.
Namun belakangan skenario itu terungkap, berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Eliezer. Dia buka-bukaan soal peristiwa yang sebenarnya terjadi di Duren Tiga. Dia mengakui mengeksekusi Yosua atas perintah dari Sambo.
Atas keterangannya itu, dia mengajukan diri sebagai justice collaborator alias saksi pelaku yang bekerja sama. Dia pun mendapatkan perlindungan dari LPSK terkait kesaksiannya yang mengungkap tabir peristiwa Duren Tiga.
Dengan rekomendasi tersebut, hakim mengabulkannya. Eliezer merupakan justice collaborator.
"Layak terdakwa ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama," kata hakim.
Meski menyandang status tersebut, ia dinilai tetap bersalah melakukan pembunuhan terhadap Yosua. Dengan demikian, ia tetap dijatuhi hukuman pidana.