Rohani Simanjuntak, bibi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, tidak terima vonis 1 tahun 6 bulan, yang dijatuhkan pada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Menurutnya, itu terlalu ringan untuk orang pertama yang menembak Yosua.
"Saya tidak terima, sebenarnya. Eliezer menembak untuk mematikan. Terlalu rendah vonisnya," kata Rohani, yang tidak bisa menahan air mata, Rabu (15/2).
Keluarga Brigadir Yosua memang tidak ingin hukuman yang terlalu memberatkan Bharada E, karena membuka tabir kasus pembunuhan berencana. Tetapi, bagi Rohani, vonis tersebut terlampau rendah untuk orang yang turut andil membunuh Yosua.
"Karena Eliezer menjadi JC (juctice collabolator), kami tidak pernah memberatkan dia. Kami ingin meringankannya. Tapi, terlalu rendah hukumannya ini. Kami sangat sedih," ujarnya.
Meski sebenarnya Bharada E menembak karena diperintah Ferdy Sambo, kata Rohani, itu tidak menutup fakta bahwa Bharada E turut berperan dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Eliezer itu menembak untuk mematikan. Bagiku tidak adil. Tetapi tidak tahu ya pengacara kami," ujarnya.
Ramos Hutabarat, penasihat hukum keluarga Brigadir Yosua, menyampaikan kedua orang tua Brigadir Yosua menerima keputusan majelis hakim tersebut.
"Pihak keluarga sebelumnya sudah menyerahkan pada hakim. Mereka sudah menerima dan mengapresiasi Eliezer. Dan hakim menyatakan dia adalah juctice collabolator," kata Ramos.
Sejauh ini, ujar Ramos,vonis pada para terdakwa kasus pembunuhan berencana itu, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, hingga Richard Eliezer, cukup memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.
"Ini perkara yang cukup fenomenal yang mana seharusnya jaksa penuntut umum yang lebih memberikan keadilan. Namun, malah majelis hakim yang memenuhi keadilan itu," ujar Ramos.
Sumber Berita / Artikel Asli : Kumparan