Dua tahun lagi, Presiden Jokowi lengser, banyak warisan yang bakal ditinggalkan. Termasuk utang yang saat ini terus menggunung. Bahkan ada yang meramalkan bisa menembus di atas Rp10.000 triliun.
Tak sedang bercanda, ekonom senior Indef, Prof Didik J Rachbini memrediksi, rezim Jokowi yang berkuasa 2 periode, bakal mewarisi utang lebih dari Rp10.000 triliun. Menjadi beban berat bagi presiden yang akan datang.
Hal itu disampaikan Prof Didik dalam diskusi publik bertajuk Catatan Awal tahun 2023 dari Ekonom Senior Indef yang digelar daring di Jakarta, Kamis (5/1/2022). Utang pemerintah per November 2022, mencapai Rp7.554,2 triliun.
Bila ditambahkan utang BUMN sebesar Rp3.000 triliun, bisa jadi prediksi Rektor Universitas Paramadina itu, cespleng. “Sekarang (pemerintahan Jokowi) utangnya itu, sampai November 2022 mencapai Rp7.554 triliun ditambah (utang) BUMN sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 triliun itu, (totalnya) belasan triliun utang yang diwariskan kepada pemimpin yang akan datang,” kata Prof Didik.
Prof Didik menyebutkan, utang pemerintah terus bertambah sebab sebelumnya posisi utang pada 2014 (SBY), berada di posisi Rp2.608 triliun. Dia mewanti-wanti pemerintah untuk tidak terus menambah jumlah utang sebab menurutnya akan berimplikasi pada APBN ke depan yang akan habis untuk membayar utang. “Implikasinya pada APBN ke depan dan akan habis untuk membayar utang dan utang itu akan terus banyak,” imbuhnya.
Dia memaparkan, penarikan utang akan terus melonjak. Pada awal pandemi COVID-19 (2020), pemerintah mencetak utang anyar sebesar Rp1.686 triliun. Setahun kemudian penarikan utang anyar, agak turun menjadi Rp1.429 triliun.
Pada 2022, lanjut Prof Didik, pemerintah batal menarik utang baru sebesar Rp1.389 triliun. Lantaran, APBN 2022 mampu menekan laju defisit berhenti di level Rp800 triliun. Rupanya, pemerintah mendapat ‘durian runtuh’ dari mahalnya harga batu bara dan minyak sawit (crude palm oil/CPO).
“APBN 2022 defisitnya sekitar Rp 800 triliun, ada keberuntungan ada Rp400 triliun yang didapat (karena penerimaan negara melesat karena kenaikan harga komoditas) sehingga penarikan utang di 2022 itu tidak Rp1.300 tetapi kurang dari Rp1.000. Tapi tetap, tahun berikutnya akan kembali besar,” lanjutnya.
Terus menggunungnya utang di era Jokowi, kata Prof Didik, terjadi karena perencanaan anggaran yang tidak matang. Parahnya lagi, fungsi kontrol di DPR terhadap posisi utang Indonesia juga lemah.